JAKARTA/TABENGAN.CO.ID – Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Republik Indonesia asal daerah pemilihan Kalimantan Tengah Dr. Agustin Teras Narang, SH, Jumat (30/8) menghadiri dialog kebangsaan bersama PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA Group), di Kantor Head Office BGA Group, Jakarta Selatan dan diikuti seluruh manajemen melalui zoom.
Dialog kebangsaan digelar dalam rangka memperingati HUT RI Ke 79, dengan mengusung tema “Akulturasi budaya, sebuah keniscayaan untuk mendukung investasi usaha”, dan dalam dialog kebangsaan itu digelar juga sesi tanya jawab perihal permasalahan yang saat ini terjadi di perusahaan perkebunan kelapa sawit baik di Kalimantan Tengah maupun Kalimantan Barat.
Dalam sambutannya Direktur CA & Partnership PT BGA Priyanto Puji Sulistiyo menyampaikan, bahwa sudah menjadi tradisi PT BGA melaksanakan peringatan HUT Republik Indonesia, baik di kantor pusat maupun di kebun, dan untuk saat ini jumlah karyawan yang ada di bawah naungan BGA Group berjumlah 30 ribu dan di Jakarta ada 500 orang. Momentum HUT Republik Indonesia sebagai moment untuk membangkitkan rasa nasionalisme bagi seluruh karyawan PT BGA.
Priyanto pun menjelaskan, sejak awal pembangunan PT BGA diwajibkan untuk membangun kebun plasma, ada atau tidaknya peraturan dari Kementerian Pertanian ataupun mandatori, pembangunan kebun plasma itu kewajiban yang di laksanakan oleh kebun milik BGA Group.
Karena hal itu sebagai komitmen dalam melaksanakan program PT BGA yang selaras dengan program yang telah di canangkan oleh pemerintah pusat, provinsi maupun daerah, sehingga PT BGA turut andil mensukseskan program pemerintah baik untuk pembangunan maupun meningkatkan taraf hidup masyarakat.
“Kegiatan dialog kebangsaan ini sangat berarti bagi kami, dimana kami memilki komitmen tinggal sinergi dengan pemerintah, yang kesemuanya demi terwujudnya Nusantara baru, Indonesia maju dan BGA Maju, kami pun sangat menjunjung tinggi dimana bumi di pijak disitu langit di junjung, untuk itu tema Akulturasi Budaya ini menjadi langkah penting bagi perkembangan PT BGA kedepannya di tengah perbedaan akan tetapi tetap satu tekad demi Indonesia Maju,” ujar Priyanto.
Sebagai Narasumber, Agustin Teras Narang memberikan apresiasi kepada PT BGA yang telah berkontribusi dan memberikan manfaat begitu besar bagi masyarakat, ditengah berbagai perbedaan, PT BGA berupaya dengan keras untuk bisa beradaptasi. Sehingga PT BGA mampu berdiri hampir puluhan tahun.
Teras Narang mengingatkan juga bahwa dunia terus berkembang dalam inovasi dan persaingan bisnis, dan tidak sedikit yang tertinggal karena kegagalan untuk dapat bertahan akibat gagalnya beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah karena interaksi yang juga berkembang.
Dimana menurut Teras Narang, salah satu yang membuat bisnis mengalami tantangan, karena sulitnya manajemen memahami dan melakukan eksplorasi lebih, dalam menjaga hubungan industrial. Menjaga keseimbangan kepentingan antara kepentingan usaha, kepentingan pemerintah, dan kepentingan masyarakat.
“Masyarakat dalam hal ini merupakan entitas yang dinamis, beragam, dan memiliki kebudayaan yang khas. Sehingga untuk menjaga keseimbangan hubungan industrial yang mendorong keberlanjutan perusahaan, perlu pula pemahaman akan masyarakat, di mana bisnis itu berkembang,” ujar Agustin Teras Narang, Jumat (30/8).
Dan lanjutnya, seluruh entitas bisnis dengan berbagai usaha yang dilakukan, perlu menyelaraskan diri dengan pemerintah lewat pemenuhan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Demikian pun dengan masyarakat lewat penyelarasan nilai dan budaya organisasi perusahaan dengan nilai budaya komunitas masyarakat di sekitarnya.
Untuk itu, akulturasi menjadi penting peranannya dalam mewujudkan hubungan industrial yang sehat dan bermanfaat bagi semua pihak. Akulturasi sebagai perubahan budaya baru hasil interaksi dua kelompok budaya, termasuk budaya entitas bisnis dan budaya masyarakat di sekitar bisnis itu tumbuh berkembang. Geert Hofstede.
Sehingga, lanjut Teras Narang, Akulturasi di tengah industri sawit menjadi sangat penting artinya. Terlebih industri ini dibangun pada wilayah yang tak jarang berdekatan langsung dengan ruang hidup masyarakat, terlebih masyarakat adat.
Dan Industri sawit termasuk industri yang penuh tantangan. Dalam hubungan industrial antara pemerintah dan masyarakat, pelaku usaha tak jarang mengalami problema. Akibat tidak tersedia atau tidak berjalannya hukum dengan benar, tak jarang menimbulkan konflik agraria.
Sebab konsorsium Pembaruan Agraria mencatat 241 konflik lahan yang terjadi pada 2023, lalu meningkat 12 persen dari 212 kasus pada tahun sebelumnya. Dalam konflik agraria ini, sektor perkebunan menempati posisi pertama sebagai sumber konflik tertinggi. Dari besaran konflik yang terjadi, luas lahan yang terdampak mencapai 638.188 hektar yang melibatkan 135.608 Kepala Keluarga dan 346 desa di seluruh Indonesia.
Untuk Area perkebunan menempati posisi teratas sebanyak 108 letusan konflik seluas 124.545 hektare. Ini artinya ada pekerjaan rumah yang sangat besar untuk dilakukan, terutama agar hubungan industrial yang sifatnya menguntungkan semua pihak dapat dibangun,dan konflik agraria bisa dikendalikan, bahkan lebih jauh dicegah secara terstruktur, sistematis, dan masif.
“Pelaku industri perkebunan sawit perlu menyadari bahwa semangat keadilan,adalah merupakan kunci bagi hubungan industrial yang sehat. Maka peran dan kehadiran pemerintah sangat diperlukan dalam menjembatani berbagai kepentingan yang ada di dalam industri,” ujar Teras Narang.
Akan tetapi pada praktiknya, kadang pelaku usaha mesti mengatasi sendiri situasi yang dihadapi di lapangan. Oleh karenanya, pemahaman akan budaya masyarakat lokal yang secara umum memiliki budaya musyawarah mufakat, menjadi sangat penting dipahami perannya. Bukan sekadar budaya sebagai ekspresi kesenian yang ditampilkan dalam panggung hiburan. Lebih dari itu, nilai hidup hingga praktik-praktik budaya yang sehari-hari dilakoni atau sebaliknya yang dipantangkan pada suatu daerah.
Budaya organisasi dari pelaku bisnis, bila diterjemahkan dalam budaya masyarakat sejatinya bertemu pada keinginan untuk menciptakan harmoni sekaligus kesejahteraan untuk semua pihak dalam hubungan industrial.
“Secara khusus dengan masyarakat, akulturasi hanya mungkin tercipta bila pelaku usaha memiliki inisiatif untuk mau memahami budaya masyarakat setempat lewat dialog-dialog hingga riset sosial yang dilakukan secara berkala, dan Akulturasi mungkin terjadi bila ada keselarasan pemahaman akan tujuan bersama. Ini pekerjaan yang tak mudah karena beragamnya pula kebudayaan lokal kita,” ujarnya.
Dan untuk membangun kepentingan dan keadilan bersama-sama merupakan strategi akulkturasi yang mesti dibangun.
Semangat beda bentuk namun satu warna, mesti dibangun dalam lingkar kepentingan dan hubungan industrial. Dalam hubungan dengan pemerintah, pemahaman akan budaya organisasi pemerintah dan aturan hukum yang berlaku mesti dikuasai.
Begitu pula dalam hubungan dengan masyarakat, di mana pelaku usaha mesti mampu menunjukkan perbedaan bentuk usaha dengan masyarakat, tidak menghilangkan warna kepentingan yang sama yakni untuk kesejahteraan bersama
“Setiap investasi usaha memiliki risikonya masing-masing. Termasuk perkebunan sawit yang membutuhkan kapasitas lahan luas dan tak jarang karena situasi hukum dan sosial, menimbulkan risiko yang tak terperhitungkan., dan melalui pemahaman akan akulturasi sebagai bentuk kebiasaan-kebiasaan bersama yang baru antara dunia usaha dan masyarakat, diharapkan relasi pelaku usaha dan masyarakat dalam hubungan industrial menjadi lebih sehat dan bermartabat,” imbuh Teras Narang.
Untuk itu, lanjutnya, penting bagi pelaku usaha juga turut serta membawa investasi yang menumbuhkan peran dan mewujudkan kesejahteraan bagi semua pihak. Termasuk menyiapkan jembatan-jembatan sosial yang mengatasi kesenjangan pemahaman antara budaya perusahaan dan budaya masyarakat di sekitarnya.
“Ketaatan terhadap hukum tidak cukup di tengah tuntutan bisnis global yang menuntut standar-standar baru dalam berbisnis. Maka inovasi dalam membangun akulturasi sebagai solusi harmoni untuk semua pihak mesti dilakukan melalui pemberian manfaat pada masyarakat atas kehadiran investasi mesti diupayakan, manfaat yang melibatkan serta memandirikan perekonomiannya, dan ini hanya dapat dilakukan melalui pembangunan kualitas sumber daya manusia,” ujarnya.
Pada prinsipnya, agenda pembangunan komunitas mesti di arahkan pada bidang peningkatan dan pembangunan kualitas sumber daya manusia yang bertumpu pada pendidikan, kesehatan, dan akhirnya mencapai kesejahteraan. (Yulia)