RSUD dr. Doris Sylvanus Pelatihan Pengendalian Resistensi Antimikroba Tenaga Kesehatan

BERSAMA-(FOTO ATAS PEMBUKAAN) Plt. Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus, Adi Fraditha, S.Kep, Ners, Rabu (2/10/2024) membuka Kegiatan Pelatihan Pengendalian Resistensi Antimikroba Bagi Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit, yang digelar di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. (FOTO BAWAH PENUTUPAN)

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Plt. Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus, Adi Fraditha, S.Kep, Ners, Senin (30/09/2024) membuka Kegiatan Pelatihan Pengendalian Resistensi Antimikroba Bagi Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

Dalam sambutannya Adi Fraditha memaparkan apa itu resistensi antimikroba (antimicrobial resistance, AMR), yang merupakan kondisi dimana berkurangnya kemampuan antimikroba untuk membunuh atau menghambat perkembangan mikroba baik bakteri, virus, jamur maupun parasit. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan karena jika tidak dapat dikendalikan maka resistensi antimikroba akan menjadi ancaman bagi kesehatan semua makhluk di dunia (global health problem).

“Dimungkinkan terjadi keadaan yang disebut sebagai masa pasca antibiotik (post- antibiotic era), yaitu masa ketika sebagian besar makhluk di dunia akan kehilangan nyawanya karena penyakit infeksi yang tidak dapat disembuhkan oleh antimikroba jenis apapun yang ada pada saat itu,” ungkapnya.

Menurut Adi Fraditha, berbagai studi menunjukkan 40-62 persen antibiotik digunakan secara tidak tepat, karena antara lain digunakan untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30 persen sampai dengan 80 persen tidak didasarkan pada indikasi.

“Resistensi antimikroba ini berdampak pada meningkatnya morbiditas dan mortalitas, serta dampak negatif dibidang ekonomi dan sosial menjadi yang sangat tinggi. Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia seperti Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin Resistant Enterococci (VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii dan Multiresistant Mycobacterium tuberculosis,” terang Adi Fraditha.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyusun rencana aksi global untuk mengatasi AMR. Rencana aksi global yang diajukan oleh WHO meliputi data pengamatan resistensi pada manusia dan hewan, penyusunan peraturan, menentukan model bisnis baru untuk pengembangan obat baru serta kajian dampak dari resistensi antibiotika. Di Indonesia, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah memulai Program Pengendalian Resistensi Antimikroba semenjak tahun 2005; yang secara berkesinambungan diperkuat dengan berbagai kebijakan hingga tahun 2021.

“RSUD dr. Doris Sylvanus merupakan salah satu rumah sakit rujukan provinsi Kalimantan Tengah berupaya memberikan layanan yang bermutu dan berorientasi pada keselamatan pasien. Untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di rumah sakit diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan terampil serta memahami pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Oleh karena itu, perlu diadakannya Pelatihan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) bagi pegawai di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan terkini dan lebih aplikatif di lapangan,” kata Adi Fraditha.

Diingatkannya, bahwa salah satu upaya penggunaan antibiotik secara tepat dan bijak adalah dengan meningkatkan pengetahuan dari tenaga kesehatan terkait upaya pengendalain resistensi antimikroba. Pelaksaanaan IHT/Pelatihan PPRA yang diselenggarakan melalui Bidang Pendidikan, Mutu dan Pengembangan Rumah Sakit, Pelatihan PPRA terdaftar dalam LMS (Learning Management System) Plataran Sehat milik Kemenkes RI.

“Tentunya ini tidak lepas dari kerja sama dengan Bapelkes Provinsi Kalimantan Tengah  yang merupakan lembaga pelatihan yang terakreditasi oleh Kemenkes RI. Karena itu, kami sangat memberikan apresiasi atas kesediaan dari Bapelkes Provinsi Kalimantan Tengah dalam bekerja sama memfasilitasi penyelenggaraan Pelatihan PPRA ini. Saya juga berterima kasih untuk jajaran pejabat di lingkungan RSUD dr Doris Sylvanus, dan seluruh panitia pelatihan ini, sehingga kegiatan ini dapat terlaksana dengan lancar. Semoga kerja sama ini akan terus berlanjut untuk pelatihan-pelatihan selanjutnya,” katanya.

Adi Fraditha mengharapkan dengan kerja sama ini, pihaknya dapat mempersiapkan Akreditasi Diklat RSUD dr. Doris Sylvanus Provinsi Kalimantan Tengah, sehingga Pendidikan dan Pelatihan yang selama ini rutin setiap tahun diselenggarakan oleh bidang  Diklat dapat diakui dan lebih terjamin kualitasnya karena sudah terakreditasi dan masuk dalam LMS Plataran Sehat yang diakui secara nasional. Mohon dukungannya.

“Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antibiotik (KPRA) RSUD dr Doris Sylvanus  adalah dr.Itna Warnida, Sp.P., FISR. Peserta yang hadir berjumlah 30 peserta terdiri dari perawat, dokter, apoteker, bidan dan analisi kesehatan, seluruh peserta merupakan pagawai RSUD dr Doris Sylvanus. Selamat mengikuti Pelatihan PPRA, kita patut bersyukur karena pimpinan daerah kita membantu dalam memberikan dukungan dana dan kesempatan yang baik. Hal ini tidak terlepas demi terwujudnya KALTENG BERKAH. Pelatihan PPRA ini bertujuan meningkatkan pengetahuan Saudara sekalian selaku tenaga kesehatan yang memiliki peranan penting dalam pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit. Jadi mari belajar, semangat demi terwujudnya Patient Safety and Healthcare worker safety,” pungkas Adi Fraditha.

Kegiatan berlangsung hingga tanggal Rabu 2 Oktober 2024, yang ditutup oleh Plt. Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus, Adi Fraditha, S.Kep, Ners.ist/red