STIPAS Tahasak Danum Pambelum Seminar Internasional 

PENDIDIKAN-Seminar Internasional yang digelar STIPAS Tahasak Danum Pambelum di Magna Keuskupan Palangka Raya, Jumat (18/10). TABENGAN/LIDIAWATI

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Sekolah Tinggi Pastoral (STIPAS) Tahasak Danum Pambelum Keuskupan Palangka Raya menyelenggarakan Seminar Internasional dengan tema “Evangelii Gaudium dalam Konteks Multikultural: Misi Gereja di Dunia yang Beragam.”

Seminar ini dihadiri oleh para pemimpin gereja Katolik, akademisi, seluruh Keuskupan Palangka Raya serta calon wisudawan-wisudawati dari STIPAS Palangka Raya, di Aula Magna Keuskupan Palangka Raya, Jumat (18/10).

Kegiatan tersebut digelar sebagai upaya untuk merefleksikan dan merevitalisasi misi gereja Katolik di tengah masyarakat Indonesia yang multikultural.

Seminar Internasional ini menjadi langkah penting dalam memperbaharui misi gereja Katolik di Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan globalisasi, sekularisme, dan keragaman budaya.

Peserta seminar diajak untuk memperbaharui semangat mereka dalam menjalankan misi gereja Katolik dan mencari strategi baru yang lebih relevan bagi umat di era modern.

Rektor STIPAS Tahasak Danum Pambelum RD Fransiskus Janu Hamu dalam sambutannya menyampaikan, seminar ini bukan sekadar forum akademis, melainkan menjadi momentum penting untuk mengkaji kembali dan memperbaharui semangat misi gereja Katolik.

“Kita perlu mempertimbangkan apakah praktik dan pelayanan gereja saat ini sudah sesuai dengan misi utama yang diajarkan oleh Alkitab, dan bagaimana misi gereja Katolik dapat diterapkan dalam konteks masyarakat yang terus berkembang,” ujarnya.

Fransiskus menekankan lima aspek penting yang dibahas dalam seminar ini. Pertama, pentingnya merefleksikan misi gereja Katolik. “Kita perlu mengkaji ulang misi utama gereja berdasarkan ajaran Alkitab, memikirkan apakah praktik yang kita jalankan saat ini sudah sesuai dengan tujuan tersebut. Selain itu, kita harus mempertimbangkan bagaimana misi gereja katolik dapat diterapkan dalam konteks masyarakat modern yang semakin kompleks dan beragam,” jelasnya.

Aspek kedua adalah pembaharuan metode pewartaan Injil. Ia menekankan pentingnya mengeksplorasi cara-cara baru dalam pewartaan Injil yang lebih relevan dengan kondisi masyarakat modern.

“Gereja Katolik perlu keluar dari zona nyaman dan menemukan metode pewartaan yang lebih inovatif dan efektif,” tambahnya.

Ketiga, seminar ini juga menekankan penguatan spiritual bagi para pelayan pastoral. Tantangan sekularisme yang kian kuat harus dihadapi dengan spiritualitas yang kokoh. Pelayan pastoral perlu memperkuat diri dalam menghadapi tantangan ini agar mampu membimbing umat dengan lebih baik.

Keempat, Fransiskus menegaskan pentingnya peningkatan dialog antariman dan budaya.  Dialog ini bukan hanya penting sebagai bagian dari toleransi, tetapi juga merupakan bagian integral dari misi gereja itu sendiri. Gereja perlu membangun kapasitas untuk berdialog dengan terbuka dengan agama dan budaya lain.

Kelima, seminar ini menyoroti aktualisasi ajaran gereja katolik, terutama Evangelii Gaudium, dalam konteks lokal Indonesia.

“Kita harus melihat Evangelii Gaudiumsebagai landasan bagi gereja dalam menghadapi tantangan zaman. Ini adalah strategi gereja untuk merangkul dunia multikultural dengan semangat baru, melihat perbedaan sebagai kekayaan, bukan ancaman,” ungkap Fransiskus.

Topik utama dalam seminar ini adalah inkulturasi Injil di era globalisasi. Menurut Fransiskus, tema ini sangat relevan di tengah arus globalisasi yang cepat.

“Bagaimana kita dapat menyesuaikan pesan Injil dengan budaya lokal tanpa kehilangan esensi universalnya? Ini adalah tantangan yang harus kita hadapi,” katanya.

Selain itu, seminar ini juga membahas tantangan sekularisme dan revitalisasi iman di Indonesia.  Sekularisme telah berdampak besar pada kehidupan beragama di Indonesia, dan kita harus mencari cara untuk menghidupkan kembali iman di tengah masyarakat yang semakin terpengaruh oleh arus sekularisme.

Ia mengungkapkan, tema penting lainnya yang dibahas adalah peran katekis dalam konteks gereja Katolik Indonesia. Katekis bukan hanya pengajar iman Kristiani, tetapi juga agen perubahan dalam masyarakat. Peran mereka sangat penting dalam memastikan pewartaan Injil dapat menjangkau semua lapisan umat dengan cara yang relevan dan

Harapannya, seminar ini dapat menemukan inovasi-inovasi baru dalam pewartaan Injil yang sesuai dengan konteks lokal namun tetap universal.

“Gereja Katolik harus merumuskan program pastoral yang didasarkan pada masalah dan kebutuhan umat, bukan hanya pada selera atau keinginan pribadi pelayan pastoral. Program yang efektif adalah program yang relevan dengan kebutuhan umat,” tegas Fransiskus.

Ia juga mengingatkan, Evangelii Gaudium harus menjadi kompas spiritual dalam menghadapi tantangan zaman. “Dengan sukacita, kita dapat membawa perubahan yang positif, menjadi duta kasih dan kebaikan di tengah dunia yang penuh warna ini,” pungkasnya.

Adapun yang menjadi narasumber dalam seminar ini  Mgr Dr Aloysius M. Sutrisnaatmaka, MSF selaku Uskup Keuskupan Palangka Raya, kemudian P Prof Dr William Chang OFM, Cap:  (Guru Besar Etika Universitas Widya Dharma Pontianak, Rektor Sekolah Tinggi Teologi Pastor Bonus Pontianak).  P Dr Isidorus Yoseph Jawa, OFM.Cap (Instituto Superior de Filosofia e Teologia, Dili, Timor Leste). ldw