PALANGKA RAYA/tabengan.com – Kondisi minimnya kelistrikan di sejumlah daerah pelosok mendapat tanggapan dari kalangan DPRD provinsi. Pihaknya mendesak agar jajaran Pemprov dapat mengatasi persoalan wilayah yang masih gelap gulita tersebut. Sejumlah cara seperti tenaga surya dan lainnya, dipercaya mampu menjadi solusi tersebut.
“Banyak konsep yang bisa dilakukan, dalam menindaklanjuti permasalahan listrik ini, pasalnya diperkirakan ada 273 desa yang masih belum memiliki penerangan,” ujar Sekretaris Komisi B Punding LH Bangkan kepada awak media, belum lama ini.
Dirinya mencontohkan konsep itu seperti pembangkit listrik bertenaga air atau mulai menerapkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang berdekatan dengan mulut tambang. Intinya pemerintah harus mencari solusi secepatnya, dalam menuntaskan masalah itu. Disebutkannya ada beberapa teknologi yang diterapkan, sebagai sumber energi listrik.
Memang PLTU di pertambangan atau PLTA menjadi pembangkit yang efektif. Namun ketika dihadapkan dengan sarana yang ramah lingkungan, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) bisa menjadi alternatif yang tepat. Tidak hanya efektif, namun juga efisien dari segi pembiayaan. Memang dari topografi di Kalteng, masih ada beberapa pedesaan di berlokasi di wilayah pelosok.
Terkadang pembuatan jaringan di kawasan tersebut, masih belum direncanakan mengingat dari jumlah penduduk dan geografisnya.
“PLTS ini bisa menjadi solusi yang diterapkan di sejumlah desa-desa itu,” ujar wakil rakyat dari Dapil V, yang meliputi Pulang Pisau dan Kapuas tersebut. Pemasangan PLTS juga memiliki sejumlah kriteria salah satunya adalah desa-desa atau wilayah yang dianggap belum memiliki atau akan ada rencana pemasangan listrik, dengan jangka waktu diatas 5-10 tahun.
Hal itu beralasan karena memasang tenaga surya terpadu atau terpusat pada kawasan yang akan memiliki jaringan listrik hanya membuang pendanaan saja. Punding mengatakan, listrik sudah menjadi kebutuhan primer dan bukan lagi sekunder. Menindaklanjuti itu pihaknya sudah mengusulkan beberapa daerah, yang akan menjadi perhatian.
Salah satunya adalah Kapuas Hulu di mana nantinya sistem yang digunakan adalah PLTS terpusat.
Kendati begitu dirinya tidak memungkiri, pembangkit listrik dengan sistem tersebar juga akan diterapkan. Hanya saja pelaksanaannya kurang maksimal bagi penggunaan sumber energi.
Kalau dari pantauan di lapangan, tersebar memiliki energi yang terbatas. Terkadang hanya memanfaatkan agar lampu bisa dihidupkan saja.
“Kalau yang terpusat sudah lumayan, paling tidak bisa menghidupkan televisi atau alat elektronik lainnya, namun dengan melihat batas penggunaan,” ujarnya mengakhiri. drn