PALANGKA RAYA/tabengan.com – Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Borak Milton mengatakan, panitia khusus (Pansus) Hak Interpelasi yang telah dibentuk DPRD Kalteng, beberapa waktu lalu tidak hanya fokus membahas masalah Pergub 10/2018.
Karena dalam Pansus Interpelasi yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD Kalteng itu, juga akan meminta penjelasan kepada Gubernur Kalteng, terkait berbagai kebijakan yang selama ini diduga menyalahi aturan perundang-undangan.
Sementara terkait Pergub 10/2018, Borak menjelaskan, berdasarkan surat Kemendagri nomor 161.1/3533/SJ tertanggal 6 Juni 2018 lalu, dengan jelas agar Peraturan Gubernur tersebut berlaku sejak tanggal diundangkan.
“Jelas harus direvisi, karena Menteri Dalam Negeri sudah menyampaikan fatwanya bahwa tidak boleh Pergub itu berlaku surut. Kalau berlaku surut, maka semua yang menerima gajih dari Januari harus mengembalikan, padahal itu tidak boleh. Jadi, Pergub 10 ini memang harus dirubah dan disesuaikan, tidak ada alasan lain,” tegas Borak saat dibincangi wartawan di Gedung Dewan, Jumat (13/7).
Dalam Pergub 10 tersebut jelas terjadi kesalahan, yakni berlaku surut, sementara dalam surat Mendagri dengan tegas mengatakan, bahwa Pergub harus berlaku sejak tanggal diundangkan. Pergub itu sendiri, kata dia tidak boleh tipex atau dihapus. Sebab itu, maka kalau memang terjadi kesalahan harus dirubah, apakah menjadi Pergub 10 A, 10 B atau Pergub 11.
Karena, kalau terjadi satu kesalahan saja dalam batang tubuh Pergub tersebut yang cacat, maka akan secara otomatis mempengaruhi semuanya. Kemudian, Pergub 10 yang ditetapkan oleh Gubernur tersebut, tidak pernah mengeksekusi Pergub 33, karena dalam Pergub 10 yang diterbitkan tersebut tidak ada dibunyikan, bahwa Pergub 33 tidak berlaku.
“Jadi yang mengatakan Pergub 10 itu harus diberlakukan itu salah, itu melawan instruksi Mendagri. Kita tidak bicara soal nominal, tapi konstruksi hukum. Kemudian Pergub 10 ini tidak pernah mengeksekusi Pergub 33 dan dia tidak serta merta diberlakukan untuk pergub 33, karena bunyi tidak berlaku tidak disebutkan. Seharusnya dibunyikan, ada diktumnya, setelah berlakunya Pergub ini, maka Pergub terdahulu tidak berlaku, ini tidak ada,” tegas Borak yang diamini Ketua Fraksi PAN, H Edy Rosada, kemarin.
Kemudian dijelaskan, bahwa tim interpelasi yang dibentuk tersebut tidak hanya terkonsentrasi pada masalah Pergub 10. Karena banyak hal yang akan ditanyakan, mulai dari masalah evaluasi tenaga kontrak, kemudian penerbitan Pergub 27 Tahun 2017 tentang sumbangan pihak ketiga hingga masalah mutasi ASN yang menjadi sorotan masyarakat.
“Interpelasi itu tidak hanya masalah Pergub, masih ada masalah Tekon, Pergub 27, masih ada masalah mutasi pejabat, itu yang mau kami interpelasikan,” terang legislator senior PDI Perjuangan.
Semua kebijakan yang selama ini kontroversial yang diduga terjadi pelanggaran perundang-undangan akan ditanyakan dan itu harus dijawab oleh Pemprov. Interpelasi itu, lanjut Borak merupakan sebuah sarana resmi sebagai wadah komunikasi antar mitra. “Yang kami tanyakan itu musuh nggak, bukan musuh, kita itu mitra. Ketika kami bertanya maka beliau menjawab. Untuk masalah tekon itu, DPR sudah memanggil 3 kali Sekda tidak hadir, mekanisme apalagi yang harus kita berlakukan, selain dari hak DPR yang kita manfaatkan, yaitu interpelasi,” pungkasnya.
Karena itu, berbagai pihak jangan menganggap bahwa interpelasi itu sebagai hantu yang menakutkan, sehingga terkesan ganas. “Sekarang ini banyak orang berfikir seolah mahluk interpelasi ini adalah mahluk yang ganas, bukan. Ini sarana dan prasarana untuk kita berkomunikasi secara formal. Karena yang setengah formal kita undang tidak hadir,” tutup Borak.sgh