Hukrim  

Tipikor, Fakhrur Razie Serahkan Rp 800 Juta ke Kejati

PALANGKA RAYA – Fakhrur Razie, terpidana korupsi Pasar Pelita Hilir di Kabupaten Murung Raya, melalui Penasihat Hukum (PH) mengembalikan Uang Pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp 800 juta ke Kejaksaan Tinggi Kalteng, Kamis (15/11).

“Ada kesewenangan yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mura dalam hal pemblokiran seluruh aset Fakhrur Razie di seluruh Palangka Raya,” tuding Kusnadi, selaku PH, saat penyerahan UP di Kejati Kalteng.

Fakhur Razie selaku Direktur PT Nanang Mulya Group diwajibkan membayar UP kerugian negara senilai Rp 1,1 miliar. Dengan penyerahan Rp 800 juta tersebut, kini tersisa kewajiban pembayaran UP Rp 300 juta. Selain itu, ada denda pidana pokok Rp 200 juta yang jika tidak terbayar, maka akan diganti pidana kurungan.

Penyerahan UP disaksikan langsung oleh Asisten Pidana Khusus Kejati Kalteng, Adi Santoso dan Kajari Mura Robert Sitinjak. Menurut Kusnadi, sekitar 20 aset seperti rumah, mobil, dan tanah mengalami penyitaan dan pemblokiran. Beberapa aset itu telah dimiliki Fakhrul Razie sebelum terlibat dalam proyek pembangunan pasar yang menyeretnya ke ranah korupsi.

“Padahal di satu sisi dia (Fakhrul Razie) dipaksa membayar UP. Tapi di sisi lain, ketika akan mengusahakan pembayaran UP, dilakukan pemblokiran oleh Kejari Mura,” keluh Kusnadi.

Tim Kuasa Hukum akhirnya melakukan judicial review terkait Peraturan Menteri Agraria No 13/2017 terkait sita dan blokir. “Alhamdulilah, gara-gara Kejari Mura, kewenangan Kejaksaan Agung tereduksi, terutama dalam hal pemblokiran dan sita itu sudah dihapus lagi dari Menteri Agraria,” ucap Kusnadi.

Namun, Kusnadi menyatakan kliennya tetap beritikad baik dan mengambil langkah awal dengan mencicil pembayaran. “Akhir November sudah siap dananya. Tapi kita juga minta Kajari membuka pemlokirannya, kecuali yang ada dalam putusan,” kata Kusnadi.

Aspidsus Kejati Kalteng, Adi Santoso membantah tudingan kesewenangan kejaksaan dalam melaksanakan penyitaan dan pemblokiran aset terpidana. Mengenai pembuktian kesewenangan seharusnya disampaikan saat persidangan materi pokok perkara, bukan saat penyerahan UP ketika berkekuatan hukum tetap.

Menurut Adi, penyitaan aset milik terpidana yang tercantum sesuai keputusan persidangan dapat dikembalikan, jika UP sudah diserahkan seluruhnya secara utuh. Terhadap penyitaan aset di luar putusan pengadilan dapat dipinjampakaikan sementara.

Pemblokiran terhadap aset akan tetap dilakukan jika UP setelah dihitung tidak memenuhi jumlah yang diwajibkan. ”Kalau yang bersangkutan tidak dapat membayar dengan uang, terpaksa (aset) dilelang untuk menutup UP,” pungkas Adi. dre