PALANGKA RAYA/tabengan.com – Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Untas Mandiri Timorres Gap Alberto Madora Dasilva (AMD) resmi dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Tengah oleh Pengurus DPD Untas Mandiri Timorres Gap. Laporan diserahkan ke Polda Kalteng pada Rabu (13/2).
“Laporannya sudah masuk, kami serahkan ke Reskrimum Polda Kalteng,” kata Ketua Dewan Penasihat DPD Untas Mandiri Timorres Gap Provinsi Kalteng, Emanuel Milo, Kamis (14/2).
Laporan itu diserahkan secara tertulis melalui surat yang ditandatangani oleh Ketua DPD Untas Mandiri Timorres Gap Provinsi Kalteng, Benyamin, dan Sekretarisnya, Martiunus Meas. Laporan diserahkan langsung oleh Ketua Dewan Penasihat Emanuel Milo dan Benyamin.
“Kami meminta aparat kepolisian cepat mengusut. Jika dibiarkan, akan semakin banyak korban yang ditipu,” kata Emanuel.
Alberto dilaporkan terkait dugaan penipuan bermodus transmigrasi. Alberto merekrut ratusan warga Kalteng untuk menjadi peserta transmigrasi. Kabarnya, mereka yang didaftar dipungut bayaran Rp350 ribu per kepala keluarga (KK). Warga yang didaftar dijadikan anggota LSM Untas Mandiri Timorres Gap kemudian dijanjikan menjadi peserta transmigrasi. Rupanya Alberto memanfaatkan kabar Pemprov Kalteng yang akan membuka transmigrasi di Kalteng pada tahun 2019 ini.
Menurut Emanuel Milo, pihaknya di Untas tidak pernah membicarakan soal transmigrasi. Sehingga apa yang dilakukan oleh Alberto tidak benar. Itulah alasan pihaknya melaporkannya ke Polda Kalteng.
Alberto yang dikonfirmasi Tabengan via telepon seluler tadi malam, bereaksi keras. Alberto mengancam akan melapor balik Emanuel dan Martinus, karena dianggap mencemarkan nama baiknya. Alberto bahkan menegaskan kedua orang itu bukan pengurus DPD Untas Mandiri Timorres Gap Kalteng.
“Siapa yang angkat mereka jadi pengurus? Emanuel siapa suruh dia jadi penasihat? Dia itu orang Flores, dia tidak mengerti apa-apa. Ini soal korban politik Timor-Timur, Emanuel itu bukan warga eks Timor-Timur. Dia tidak mengerti apa-apa,” tukas Alberto.
Alberto membenarkan program transmigrasi bagi anggota yang ia daftar. Program ini untuk membantu warga eks Timor-Timur yang ada di Kalteng. Ia juga mengaku sudah mendapat lahan di daerah Kotawaringin Timur (Kotim) untuk lokasi transmigrasi.
Alberto juga membenarkan ada pungutan Rp350 ribu per KK. Pungutan itu untuk administrasi pendataan, sesuai AD/ART organisasinya. Saat ini yang mendaftar sudah hampir 2.000 orang.
“Kami sudah usul transmigrasi ke pemerintah, lahannya sudah ada. Kami sudah siapkan di wilayah Kotim,” kata Alberto.
Sebenarnya, kata Alberto, pendataan warga eks Timor-Timur menjadi tanggung jawab pemerintah. Tapi karena pemerintah tidak mendata, maka ia melalui Untas Mandiri Timorres Gap melakukan pendataan anggota. Pungutan Rp350 ribu per KK dimaksudkan untuk administrasi dan biaya pengurusan.
Alberto juga merespon terkait pernyataan Wakil Gubernur Kalteng yang menyatakan tidak pernah memberi izin kepada Alberto untuk mendata calon peserta transmigrasi.
“Wakil Gubernur itu minta sendiri menjadi Ketua Dewan Pembina DPP Untas Mandiri Timorres Gap Kalteng. Saya tidak pernah minta dia, dia yang minta sendiri supaya jadi Ketua Dewan Pembina. Kalau soal izin, kami akan perjuangkan ke pemerintah pusat,” kata Alberto. mel