Kapuas  

Berharap Bupati Ralat Hasil Seleksi CPNS

KUALA KAPUAS/tabengan.com – Suwotjo, orang tua Mardianty, meminta Polres Kapuas mempercepat proses penyelesaian kasus dugaan manipulasi data hasil seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada UPT Puskesmas Pulau Kupang, Kabupaten Kapuas tahun 2018. Dia pun sangat berharap Bupati Kapuas meralat hasil seleksi CPNS tersebut.

Kasus ini telah dilaporkan Suwotjo, warga Jalan Mahakam, Kota Kuala Kapuas tertanggal 16 Januari 2019 kepada Polres Kapuas. Namun, hingga kini masih bergulir di tahap penyelidikan. Meski beberapa saksi sudah dipanggil, belum ada perkembangan yang berarti.

“Kasus ini telah lama sekali saya laporkan, namun hingga kini prosesnya masih dalam tahap penyelidikan saja. Padahal, surat yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM (Badan PPSDM) Kesehatan dengan tujuan Bupati Kapuas, telah jelas menyatakan bahwa status kawasan Puskesmas Pulau Kupang berkarakteristik pedesaan,” ungkap Suwotjo, Selasa (12/3).

Dia pun mengaku bingung terkait kejelasan kasus ini. “Ya saya minta pihak Polres Kapuas, agar cepat memberikan jawaban terhadap kasus ini. Surat dari PPSDM sudah jelas sesuai SK Bupati Kapuas. Nah, sekarang seharusnya Polres Kapuas sudah memberikan kejelasan apakah kasus ini dihentikan penyelidikannya atau ditingkatkan ke penyidikan, jangan ditunda-tunda terus,” ucapnya.

Suwotjo berharap kasus ini jangan digantung. “Kasihan kami sebagai korban,” ujarnya. Di sisi lain, dia juga berharap kepada Bupati Kapuas untuk menyurati ke tim pusat, yaitu Badan Kepegawaian Negara (BKN), agar dapat meralat hasil seleksi CPNS yang berubah karena status wilayah Puskesmas Pulau Kupang yang dinyatakan tim Panselda terpencil tersebut.

Terpisah, Parlin B Hutabarat, kuasa hukum Mardianty, meminta aparat dari instansi terkait terus menelusuri kejanggalan proses penetapan CPNS pada UPT Puskesmas Pulau Kupang.

”Informasinya akan dilakukan pemanggilan kepada pejabat terkait dari Kementerian Kesehatan RI, untuk meminta keterangan terkait status Puskesmas Pulau Kupang,” ungkap Parlin, di Palangka Raya, Senin (11/3).

Perkara ini berawal saat Mardianty yang merupakan honorer mengikuti tes CPNS. Mardiyanti ternyata mendapat nilai tertinggi dan menjadi peringkat pertama dalam Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Namun, Mardiyanti dinyatakan tidak lolos karena diturunkan peringkatnya menjadi ranking kedua di bawah peserta berinisial NH.

Alasannya, Tim Panitia Seleksi (TPS) menambahkan nilai 10 untuk NH dari UPT Pulau Kupang yang berstatus terpencil, sehingga penambahan nilai dianggap wajar diberikan kepada NH.

Kuasa hukum mempertanyakan data verifikasi data Kepala Badan PPSDM Kesehatan Usman Sumantri yang menyebutkan Puskesmas Pulau Kupang termasuk kriteria terpencil, tanggal 28 Agustus 2018. Pasalnya, Usman pada 21 Februari 2019 mengklarifikasi status Puskesmas Pulau Kupang mengacu pada SK Bupati Kapuas No 326/DINKES Tahun 2017. Sesuai SK Bupati itu, Puskesmas Pulau Kupang justru sudah tidak lagi terpencil, melainkan berstatus pedesaan.

Parlin menyebut proses penyelidikan oleh Polres Kapuas terus bergulir karena mereka masih meminta keterangan beberapa saksi terkait. Penyelidikan terkait dugaan memberikan keterangan palsu, berupa manipulasi data oleh oknum tertentu yang menyebutkan UPT Puskesmas Pulau Kupang itu terpencil.

“Data inilah yang kita uji, artinya ada dugaan perbuatan yang bersifat mens rea atau bersifat jahat tadi,” pungkas Parlin.

Kuasa hukum yang mendampingi Mardiyanti dalam perkara ini adalah Parlin B Hutabarat, Benny Pakpahan, Sukri Gazali, Royanto G Simanjuntak, Yuliandho Eka Puja Kesuma dan Wilson Sianturi. c-hr/dre