Pemindahan Ibu Kota, BPN: Masyarakat Jangan Spekulasi Tanah

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Ramainya kabar tentang pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ke Provinsi Kalimantan Tengah, membuat gerakan masyarakat membabat hutan untuk diklaim menjadi miliknya. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalteng mengingatkan dalam melakukan apapun senantiasa berpedoman pada ketentuan perundang-undangan, karena nanti ada konsekuensinya.

Kepala BPN Provinsi Kalteng Pelopor mengungkapkan indikasi pencarian tanah di Kalteng meningkat tajam, setelah Presiden RI Joko Widodo datang ke Kalteng meninjau beberapa daerah yang akan dijadikan lokasi Ibu Kota Negara.

Ia mengingatkan kepada semuanya, jangan berspekulasi untuk hal-hal yang seperti ini karena apapun yang dilaksanakan nanti semua harus taat asas, aturan dan di dalam koridor hukum.

“Saya harus ingatkan semua, teman-teman pers pasti ingat kasus Jonggol, Bogor di Jawa Barat begitu ditetapkan sebagai calon Ibu Kota Negara, rame-rame semua orang ke sana. Pak Jokowi itu baru cari feeling, jangan-jangan nanti karena pak Jokowi cari feeling, kita jadi rugi besar, cuman itu saja saya berikan peringatan,” kata Pelopor, Kamis (16/5).

Menurut Pelopor, kalau Kalteng terpilih menjadi lokasi Ibu Kota Negara, pasti pemerintah akan memenuhi lokasi-lokasi yang tidak menyebabkan biaya sosial tinggi. Biaya sosial tinggi, misalnya ribut-ribut masalah tanah, biasanya diawali dari spekulasi, babat hutan sana-sini, padahal itu bukan hak.

Ia menegaskan kalau kawasan hutan pemerintah tidak akan bayar, karena kalau dibayar nanti bisa menjadi tindak pidana korupsi (Tipikor) dan itu yang ditunggu oleh Komisi Pemberantasan Korupis (KPK).

Program PTSL
Sementara itu, pencapaian program nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) secara umum di wilayah Kalteng capai target yang ditetapkan. Pada 2017 mencapai 72,65 persen, kemudian 2018 meningkat menjadi 94,31 persen, dan sampai dengan pertengahan Mei 2019 mencapai 12,82 persen. PTSL dalam pendaftaran bidang tanah wakaf yayasan keagamaan Islam pada 2018 telah terbit 532 sertifikat.

“Akan tetapi pencapaian target pendaftaran tanah ini belum semua dapat diterbitkan sertifikat karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi. Masih banyak bidang tanah yang sudah dicapai dalam pendaftaran tanah ini, belum bisa diterbitkan sertifikat karena pemilik tanah tidak ada di tempat, luasan tanah melampaui maksimum, tanah bermasalah, dan sebagai masyarakat cenderung belum bersedia mendaftarkan tanahnya,” jelas Pelopor.

BPN mengimbau kepada pemerintah daerah untuk ikut mendukung PTSL dengan mengurangi biaya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk pendaftaran tanah pertama kali. Pada pemerintah di tingkat desa dan kelurahan, mengikuti standar biaya pengurusan dokumen persyaratan pendaftaran tanah sesuai SKB Tiga Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala BPN, Mendagri, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, bahwa untuk wilayah Kalteng maksimal Rp250 ribu.

Pemilik tanah diimbau agar tidak membayar biaya tambahan apapun kepada pihak yang mengatasnamakan pegawai BPN dalam rangka kegiatan pendaftaran tanah melalui program PTSL. yml