PALANGKA RAYA/tabengan.com – Untuk menghindari kesalahpahaman, DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), berencana akan mengundang pihak Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng, terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Darkarhutla) yang pembahasannya masih berlangsung di DPRD Kalteng.
“Undangan akan kita sampaikan ke DAD, saat ini sedang dipersiapkan. Tim Pembahasan Raperda Darkarhutla selalu berkomitmen dan tetap mempertahankan hak-hak masyarakat peladang maupun pekebun, serta selalu mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi dalam pembahasannya,” kata Ketua Tim Pembahasan Raperda Darkarhutla DPRD Kalteng Hj Agus Susilasani, saat dibincangi Tabengan, di gedung dewan, Senin (17/6).
Dia menegaskan dalam rangka pengayaan materi raperda tersebut, pihaknya terbuka dan menerima saran serta masukan dari berbagai elemen masyarakat, demi terwujudnya cita-cita kelestarian lingkungan hidup yang tetap menghormati prinsif kearifan lokal di Kalteng.
Dalam kesempatan kemarin, dia juga menyampaikan permohonan maaf, tidak bisa menghadiri undangan dari DAD Kalteng, terkait statemennya di salah satu media. Karena di waktu bersamaan, dia bersama Anggota Komisi D DPRD Kalteng lainnya, sedang melaksanakan perjalanan dinas ke luar daerah.
“Mohon maaf yang tulus karena tidak dapat menghadiri undangan pertemuan dengan DAD Kalteng, sebagaimana undangan yang telah disampaikan. Pada tanggal itu saya tidak berada di tempat dalam rangka melaksanakan tugas kedinasan,” terangnya.
Lebih lanjut, Srikandi dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini mengatakan, Raperda Darkarhutla telah melalui pembahasan yang panjang. Karena dalam Pasal 5 dan Pasal 6, sekalipun melarang setiap orang dan atau perusahaan membakar lahan, namun tetap masih memberi pengecualian kepada masyarakat peladang maupun pekebun tradisional membuka lahannya dengan cara pembakaran terkendali di lahan bukan gambut.
Dijelaskan, pembukaan lahan dengan cara pembakaran terkendali oleh masyarakat yang diatur di raperda itu dirumuskan atas dasar kearifan lokal, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kita ketahui bersama, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian dan Bappenas, sejak awal sudah meminta Pasal 5 dan 6 di raperda itu untuk diubah ataupun dihapus,” ucap wakil rakyat dari Daerah Pemilihan IV, meliputi Kabupaten Murung Raya, Barito Utara, Barito Timur dan Barito Selatan ini.
Meski ada permintaan mengubah dan menghapus dari Pemerintah Pusat, namun DPRD bersama Pemprov Kalteng sepakat untuk memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat di provinsi ini berladang maupun berkebun. Karena, berladang maupun berkebun merupakan mata pencarian sebagian masyarakat Kalteng sejak turun-temurun.
Bahkan sebagai upaya memperjuangkan hal tersebut dengan melakukan pertemuan dan fasilitasi dengan Kementerian Dalam Negeri pada 5 April 2019. Dalam fasilitasi tersebut ada perubahan kata dari ‘Kearifan Lokal’ menjadi “Masyarakat Hukum Adat”, yang kemudian berkembang dalam pembahasan Raperda Darkarhutla tersebut.
Setelah itu, berdasarkan paparan Biro Hukum Pemprov Kalteng tentang perbedaan masyarakat adat dan masyarakat hukum adat, serta mekanisme penetapannya yang harus melalui Peraturan Gubernur (Pergub) atau Peraturan Bupati (Perbub), maka dalam pembahasan diusulkan kembali perubahan kalimat Pasal 5 ayat 3 di Raperda Darkarhutla.
“Pada pasal 5 ayat 3 itu, masyarakat hukum adat diganti dengan masyarakat peladang pekebun yang tujuannya agar dalam penerapannya nanti diharapkan lebih memudahkan masyarakat,” lanjutnya.
Bahkan, kata dia, Tim Pembahasan Raperda Darkarhutla DPRD dan Pemprov Kalteng akan terus bekerja dan menyelesaikan Raperda itu, serta kembali melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pihak Kemendagri.
“Mengenai hasil pembahasan raperda ini besar harapan kami dapat diselesaikan tepat pada waktunya, karena kami menginginkan Raperda ini nantinya sebagai kado bagi masyarakat Kalteng, khususnya para peladang kita,” pungkas mantan Anggota DPRD Barut ini. sgh