PALANGKA RAYA/tabengan.com – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI daerah pemilihan Kalimantan Tengah (Kalteng) Dr. Agustin Teras Narang, S.H. mengusulkan agar ideologi Pancasila dapat dimasukkan dalam poin sumpah kepala daerah saat dilantik.
Hal itu dikatakan Teras pada Seminar Nasional menyongsong Pilkada 2020 yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) Kalteng kerja sama dengan Universitas Kristen Palangka Raya (Unkrip) di Aula Hotel Bahalap, Sabtu (31/8).
Selama ini, menurut Teras, para kepala daerah, baik Gubernur, Bupati maupun Wali Kota, ketika dilantik hanya diminta memegang teguh Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945. Padahal, seorang kepala daerah tentunya juga harus memegang landasan ideologi Pancasila.
“Saya baru melihat sumpah yang diucapkan Gubernur, Bupati dan Wali Kota hanya ada poin memegang teguh UUD Tahun 1945, sehingga yang dipegang oleh kepala daerah hanya landasan konstitusional. Makanya melalui seminar ini saya mengusulkan menambah Pancasila dalam sumpah kepala daerah,” usul dia.
Selain itu, mantan Gubernur Kalteng dua periode ini juga menyinggung terkait aturan pencalonan kepala daerah melalui partai politik (parpol). Salah satunya kebebasan bagi para pasangan calon (paslon) bisa memborong semua parpol.
Menurut Teras, kondisi ini menyebabkan demokrasi tidak berjalan semestinya. Paslon yang mampu memborong semua parpol, tentu dapat dipastikan menjadi pemenang Pilkada.
“Saya ingin memberi nuansa perubahan pada Pilkada 2020 nanti. Perlu ada revisi terhadap Undang-Undang Pemilu, jangan sampai ada oleh satu paslon memborong parpol, sehingga hanya satu paslon tunggal,” ungkap Teras.
Sistem borongan parpol ini, lanjutnya, membuat masyarakat tidak memiliki kebebasan lagi untuk memilih paslon sesuai dengan hati nuraninya karena tidak ada pilihan lain. Terlebih kecenderungan yang terjadi, paslon yang memiliki uang banyak yang mampu memborong parpol.
Sementara narasumber lain, Jerry Sumampow selaku Koordinator Komite Pemilih Indonesia, lebih mengkritisi sistem penyelenggaran Pemilu. Menurutnya, sistem berdemokrasi belum ada peningkatan. Alasannya masalah sama yang terjadi setiap kali pelaksanaan Pemilu.
“Lihat saja masih ada masalah netralitas ASN, netralitas KPU, Bawaslu, dan politik uang. Apalagi kalau bicara soal DPT (daftar pemilih tetap). Jadi masalah seperti ini terulang-ulang terus tidak ada selesainya,” jelasnya.
Jerry menekankan wacana bagaimana agar masyarakat lebih berdaulat dalam Pemilu. Pemilu saat ini diakuinya dalam era transisi demokrasi yang banyak pergolakan dan tidak stabil untuk menemukan mana cara berdemokrasi yang cocok untuk bangsa.
Sementara, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini mengatakan Pemilu serentak secara nasional akan dilaksanakan tahun 2024. Pada tahun yang sama juga diselenggarakan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden.
“Pertanyaannya apakah kita siap? Jangan-jangan kita trauma berpemilu. Penyelenggara trauma karena kelelahan dan pemilih trauma karena kebosanan. Hal ini yang perlu dipikirkan, karena pada Pemilu serentak lalu dengan 5 lembar surat suara para pemilih mengaku kesulitan,” ungkap dia.
Sedangkan Ketua DPD PIKI Kalteng Sipet Hermanto menuturkan Pilkada merupakan suatu saat yang strategis dan penting bagi masyarakat, sehingga PIKI mengambil inisiatif untuk menggelar seminar terkait hal itu.
Sipet berharap melalui seminar nasional ini bisa memberikan suatu pembelajaran politik bagi berbagai pihak. Di samping itu, ke depan diharapkan ada lanjutan kegiatan diskusi tentang Pilkada.
“Kita berharap agar ini berjejaring dan akan ada diskusi-diskusi berikutnya,“ harap Sipet.
Kegiatan ini juga dihadiri para tokoh Kalteng, tokoh agama, mantan Wakil Gubernur Kalteng, para mantan pejabat Pemprov Kalteng, perwakilan parpol, organisasi masyarakat, pemuda, dan kemahasiswaan. adn