NANGA BULIK/tabengan.com – Proses hukum kasus pembakaran lahan di Kabupaten Lamandau terus berlanjut. Akhir pekan lalu, Tim Satgas Karhutla Polres Lamandau resmi menyerahkan tersangka Karhutla beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamandau.
Saat dikonfirmasi, Rabu (27/11), Kajari Lamandau melalui Jaksa Penuntut Umum Syahanara Yusti Ramadona membenarkan bahwa pihaknya telah menerima tersangka dan barang bukti kasus Karhutla.
“Benar, pekan lalu ada pelimpahan tahap II, penyerahan tersangka dan barang bukti dari Polres untuk kasus Karhutla dengan total ada 5 tersangka,” ujar Syahanara.
Dia menjelaskan, kelima orang tersebut menjadi 3 berkas perkara. Mereka adalah Nadirin, Akhmad Taufiq, Reto, Hero dan Roby Pratama. Kini, kelima tersangka sudah ditahan di Rutan Pangkalan Bun.
“Setelah JPU menerima berkas, akan segera dilimpahkan ke pengadilan untuk dilakukan penuntutan,” tegasnya.
Wahli Sesalkan Penangkapan
Ditangkapnya lima peladang di Desa Riam Penahan, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau atas kasus pembakaran lahan membuat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng angkat bicara.
“Pemegang kebijakan dan penegak hukum tentang pembakaran hutan dan lahan diberlakukan secara general, tidak bisa memisahkan kebakaran di lahan gambut dan lahan mineral, sehingga petani/peladang di lahan mineral menjadi korban juga,” ungkap Kepala Departemen Kajian Advokasi dan Kampanye Walhi Kalteng, Halis Sangko.
Halis menambahkan, sementara diketahui mereka mengelola ladang untuk menopang kehidupan keluarga dan itu sudah berlangsung lama sebelum negara ini merdeka. Cara tradisional ini telah dilakukan sejak jaman nenek moyang masyarakat lokal.
“Cara mereka membuka lahan secara tradisional telah terbukti, jika melakukan pembakaran sangat terkontrol. Beda dengan kebakaran di lahan gambut yang butuh perlakuan ekstra karena tingkat kerentanan akan kebakaran sangat tinggi,” imbuhnya.
Dewan Prihatin
Sebelumnya, sebuah interupsi muncul tiba-tiba saat sidang paripurna DPRD Lamandau berlangsung, Senin (25/11) lalu. Interupsi tersebut disampaikan oleh anggota DPRD Lamandau dari Partai Gerindra, Bakar Sutomo.
Ketua Fraksi Partai Gerindra itu mengajukan interupsi terkait dengan adanya beberapa warga yang ditahan karena kasus Karhutla. Namun di sisi lain pemerintah, baik pusat maupun daerah, belum memiliki solusi jitu untuk mengatasi masalah ini.
“Saya baru saja dapat telepon dari warga Desa Riam Penahan yang ditahan karena membakar lahan. Tentu hal ini sangat miris,” katanya, prihatin.
Ia mengaku belum melihat anggaran konkret dalam RAPBD 2020 yang baru saja selesai dibahas. Misalnya, terkait anggaran untuk menangani kebakaran lahan maupun masalah yang muncul sebagai dampak larangan membakar lahan.
“Seperti kita tahu, masyarakat pedalaman masih hidup dari ladang berpindah. Mereka bukan penjahat, hanya ingin memberi makan anak istri. Hal ini harus dapat perhatian serius, karena mereka tidak layak untuk dipenjara,” tegasnya.
Menanggapi interupsi tersebut, Ketua DPRD hanya mengatakan masalah itu akan dibahas kembali pada kesempatan lain.
Usai rapat paripurna, kepada wartawan, Bakar Sutomo kembali menegaskan interupsi di tengah sidang paripurna terpaksa dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawabannya untuk menyampaikan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Dia berharap ada kearifan lokal, agar yang membuka lahan untuk makan bisa dibebaskan. Diharapkan aturan pemerintah terkait larangan membakar hutan dan lahan bisa disempurnakan agar tidak merugikan masyarakat yang hanya mencari makan.
“Belum banyak program pemerintah yang mengakomodir masyarakat lokal peladang ini. Mestinya didata berapa jumlah petani peladang berpindah, lalu kucurkan program yang benar-benar bisa membantu mereka. Saya harap bisa diakomodir pada APBD 2021,” katanya.
Diketahui, empat orang tersangka ditangkap oleh personel Polres Lamandau pada Agustus 2019 lalu di Desa Riam Penahan, Kecamatan Delang. Sedangkan satu tersangka ditangkap di Desa Kujan, Kecamatan Bulik.
Penangkapan terhadap empat pelaku pembakaran lahan bermula saat Satgas Karhutla dari Polres Lamandau mendatangi hotspot yang terpantau di Desa Riam Panahan. Saat tim tiba di lokasi kebakaran, ternyata ada satu orang pria bernama Nadirin yang sedang berupaya memadamkan api menggunakan alat semprot.
Tidak berapa lama, kemudian datang kembali satu orang pria bernama Akhmad Taufik ke lokasi yang sama untuk membakar sisa-sisa tebasan lahan mereka yang belum terbakar.
Mendapati hal tersebut, tim segera mengamankan kedua orang tersebut dan melakukan interogasi, hingga akhirnya diketahui ternyata tidak hanya mereka berdua yang melakukan pembakaran. Tetapi ada dua orang lainnya yang melakukan hal yang sama di satu hamparan lahan, namun berbeda lokasi.
Mengetahui hal itu, tim segera menuju ke lokasi yang dimaksud dan mendapati Reto dan Hero yang sedang membakar lahan mereka dan tim segera mengamankan mereka berdua.
Masing-masing dari keempat orang tersebut membakar lahan dengan luasan yang bervariatif. Nadirin dan Akhmad Taufik seluas setengah hektare, sementara Reto dan Hero seluas 1 Ha.
Sementara Roby Pratama, tertangkap baru-baru ini akibat membakar lahan seluas 1,5 Ha di wilayah Desa Kujan, Kecamatan Bulik.
Kelima tersangka ini awalnya diancam dengan pasal 25 ayat (1), Perda Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 2013, tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Namun, kini berubah menjadi Pasal 108 Jo pada 69 ayat (1) huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. c-kar/ yoh