PALANGKA RAYA/tabengan.com – Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya kota Palangka Raya benar-benar serius dalam menekan angka penularan HIV/AIDS. Penutupan lokalisasi Pal 12 Bukit Sungkai, merupakan salah satu upaya dalam menanggulangi penyakit mematikan tersebut. Hal tersebut mendapat tanggapan dari kalangan DPRD Kalteng.
Ketua Komisi III DPRD Kalteng Duwel Rawing mengakui konsep itu bisa saja menjadi salah satu alternatif yang positif dalam mencegah HIV/AIDS. “Memang sedikit dilematis bahkan dinilai belum sepenuhnya menyelesaikan permasalahan yang ada,” ujarnya kepada awak media, ketika ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
Dirinya mencontohkan ketika realisasinya berjalan kedepan maka bisa saja ada kemungkinan para Pekerja Seks Komersial (PSK), yang ada di lingkup lokalisasi bekerja di luar. Kondisi itu menyebabkan sulitnya pengawasan terhadap para pekerja tersebut, bahkan dapat dikatakan akan sulit terdeteksi oleh unsur terkait.
Apalagi jika ada PSK yang terindikasi mengarah pada penularan HIV, akan sulit terpantau. Kalau di kawasan itu sudah tersedia pemeriksaan rutin mudah diketahui serta siap diisolasi. Duwel juga mengakui tidak ada agama yang mendukung adanya lokalisasi. Namun tidak dipungkiri prakteknya sejak zaman dahulu kala hingga saat ini masih terus terjadi.
“Kita melihat perlu adanya solusi agar para PSK tidak lagi bekerja dalam profesi itu dan bekerja di luar lokalisasi. Tentunya agar mereka juga mendapat penghidupan yang layak dan diurus oleh negara khususnya pemerintah daerah,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) I, meliputi kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan dan Gunung Mas (Gumas) ini.
Pria murah senyum ini juga optimis, ketika ada tekad bersama pemerintah dan masyarakat dalam pengawasannya maka tidak ada yang tidak mungkin. Sebut saja pemantauan bersama praktek prostitusi liar di luar kawasan yang ditutup. Dirinya menyebut seperti di Surabaya, yang mengambil langkah berani dalam menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara beberapa tahun silam.
Konsepnya ada pengalihan usaha dari profesi semula menjadi pekerja lainnya. Sebut saja seperti pedagang kecil, jualan makanan, tukang ojek, usaha kreatif dan sebagainya. “Menutup itu mudah saja kalau ada kerjasama yang baik antar pemerintah dan masyarakat. Yang sulit itu membina mereka yang bekerja sebagai PSK dan warga yang memiliki usaha di lingkup lokalisasi tersebut,” ujar mantan Bupati Katingan dua periode ini. drn