PALANGKA RAYA/tabengan.com – Gelombang aksi meminta keadilan terhadap peladang tradisional yang kini terjerat kasus hukum karena kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus berlanjut. Kali ini, aksi damai solidaritas peladang tradisional Kalimantan Tengah (Kalteng) digelar di Palangka Raya, Selasa (10/12) pagi.
Sebanyak 42 organisasi masyarakat (ormas) turun ke jalan menyuarakan aspirasinya atas rasa ketidakadilan terhadap peladang tradisional yang ditangkap karena membakar lahan.
Diikuti puluhan massa lengkap bersama spanduk yang dibentangkan, aksi pertama kali dilakukan di depan Mapolda Kalteng, Jalan Tjilik Riwut Km 1. Beberapa orasi lantang terkait penolakan penangkapan peladang tradisional pun diungkapkan.
“Bebaskan peladang dari penangkapan. Mereka ditangkap saat mempertahankan napas mereka sendiri, mencari makan mereka sendiri,” pekik salah satu orator dari Himpunan Mahasiswa Barito Utara.
Senada, Fernando, pemuda yang datang dari Barito Utara mengungkapkan kabut asap bukan berasal dari peladang tradisional yang membakar lahan, melainkan karena ulah korporasi dan oknum berdasi.
“Kami pihatin saat peladang tradisional ditangkap. Saat ini ada 28 warga Kalteng yang ditangkap karena karhutla,” tuturnya.
Sementara, Hayati, Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kabupaten Gunung Mas mengungkapkan, pembakaran ladang yang dilakukan peladang tradisional tidak akan membuat kabut asap karena dilakukan sesuai musimnya.
“Tuntutan kita agar aparat penegak hukum membebaskan peladang tradisional yang membakar ladangnya dari jeratan hukum. Bisa saya buktikan jika peladang tradisional tidak akan menyebabkan karhutla. Satu jengkal pun tidak akan keluar dari ladang yang dibakar,” cetusnya.
Usai melaksanakan aksi di depan Mapolda Kalteng, massa lalu kembali bergerak ke Bundaran Besar dan DPRD Provinsi Kalteng di Jalan S. Parman.
Orasi di Gedung Dewan
Tiba di depan gedung DPRD Kalteng, massa langsung menyampaikan orasinya. Kedatangan ratusan masa yang dikawal aparat dari Polresta Palangka Raya dan Polda Kalteng ini, juga menuntut agar para peladang yang ditangkap dan saat ini diproses hukum oleh aparat agar dibebaskan.
“Berladang ini merupakan warisan nenek moyang kami dan merupakan kearifan lokal masyarakat Dayak. Apakah dengan adanya larangan selama ini, pemerintah telah menyediakan alat-alat pertanian modern bagi masyarakat Dayak, khususnya para peladang,” kata koordinator aksi, Ferdie Kurnianto saat orasi.
Para pengunjuk rasa kemarin sempat merasa kecewa karena tidak bisa menemui para wakil mereka di gedung dewan, bahkan sejumlah masa menginginkan bertahan di depan gedung dewan.
Namun, setelah ada mediasi yang difasilitasi aparat keamanan dengan pihak Sekretariat DPRD Kalteng. Kepadanya pendemo meminta untuk bertemu dengan Pimpinan dan Anggota DPRD Kalteng, pekan depan. Keinginan itupun diakomodir oleh pihak Setwan DPRD Kalteng.
Dalam penjelasannya, Sekretaris DPRD Kalteng Tantan mengatakan, saat ini Pimpinan dan Anggota DPRD Kalteng sedang melaksanakan reses, pelaksanaannya sejak 8-15 Desember mendatang.
“Meski demikian, kami siap meneruskan keinginan perwakilan masa, mungkin sekitar 30-40 orang untuk bertemu dan beraudiensi dengan Pimpinan dan Anggota DPRD Kalteng, Senin 16 Desember 2019 mendatang di gedung dewan,” kata Tantan.
Mendengar penuturan Sekretaris DPRD Kalteng Tantan, ratusan masa tersebut kemudian membubarkan diri secara teratur.fwa/sgh