Tujuh Penderita HIV/AIDS Meninggal

SAMPIT/tabengan.com – Berdasarkan data Komisi Perlindungan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), sepanjang Januari-Oktober 2019 terdata sebanyak 7 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) meninggal dunia. Ketujuh ODHA tersebut merupakan penderita AIDS stadium 3 dan tidak rutin melakukan pemeriksaan kesehatan.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotim Bahrudin mengungkapkan, ke-7 ODHA yang sudah meninggal dunia diketahui tidak rutin melakukan pengobatan dan meminum obat antiretroviral (ARV) yang dapat diakses di rumah sakit.

“Memang mereka tidak rutin meminum obat, akibatnya daya tahan tubuh mereka cepat turun dan virus penyakit yang lain jadi cepat menyerang,” ujarnya ditemui saat Peringatan Hari AIDS Sedunia di Stadion 29 November Sampit, Minggu (15/12).

Padahal bagi ODHA, lanjutnya, meminum obat antiretroviral harus dilakukan setiap hari dan seumur hidup secara teratur. Sebab, obat tersebut dapat membantu mengendalikan virus dan memperlambat efeknya pada tubuh selama bertahun-tahun.

Obat ini memang tidak menyembuhkan HIV secara keseluruhan. Tetapi dapat mengurangi jumlah virus dalam tubuh seseorang dengan HIV dan membangun sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit. Selain itu, ARV juga tidak bekerja secara aktif membunuh virus. Sebaliknya, obat ini menargetkan dan memblokir berbagai tahapan siklus hidup virus. Dengan melakukan itu, virus tidak dapat mereplikasi diri.

“Untuk itu penting bagi ODHA meminum ARV secara rutin seumur hidup,” ucapnya.

Sekretaris KPAD Kotim Asyikin Arpan menambahkan, sepanjang Januari-Oktober 2019 terpantau ada 71 kasus penderita HIV/AIDS di Kotim. Dengan rincian sebanyak 34 kasus HIV dan 37 kasus AIDS yang menyasar penderita usia produktif dari 15-49 tahun.

Untuk jenis pekerjaan, penderita bervariasi mulai dari swasta hingga ibu rumah tangga. Kemudian penderita juga tidak hanya berasal dari Kota Sampit, tapi juga ada yang berasal dari kecamatan dan pedesaan yang lokasinya berada di pelosok Kotim.

“Untuk jenis kelamin perempuan dan laki-laki hampir seimbang, dan yang paling tinggi kasus penularan berawal dari hubungan seks yang berisiko. Di samping ada juga dari air susu ibu, jarum suntik dan darah yang terinfeksi,” terangnya.

Untuk mengurangi dan mencegah jumlah penderita HIV/AIDS di Kotim, menurut Asyikin, pihaknya terus gencar melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat, baik di wilayah perkotaan dan kecamatan di Kotim. Di antaranya memberikan pelayanan pengecekan HIV secara gratis, bekerja sama dengan Puskesmas setempat.

“Kita berupaya sebisa mungkin melakukan pencegahan, karena target kita di tahun mendatang tidak ada lagi warga yang menderita penyakit HIV/AIDS,” pungkasnya. c-may