PALANGKA RAYA/tabengan.com – Kasus visa yang menjerat jurnalis Mongabay.com Philip Jacobson, mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Pasalnya, apa yang dijerat pihak Imigrasi terhadap Philip berbeda dengan yang terjadi pada Jacub asal Slovakia, dan Isacco asal Italia. Padahal, pelanggaran yang dilakukan keduanya sama dengan apa disangkakan kepada Philip.
Hal itu disampaikan Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya Aryo Nugroho Waluyo bersama dengan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Wahli) Dimas Novan Hartono, dan Ketua AMAN Kalteng Ferdi Kurnianto terkait ditangkapnya jurnalis asal Amerika Serikat Philip Jacobson oleh Imigrasi Palangka Raya dengan sangkaan penyalahgunaan visa.
Aryo menjelaskan, perbedaannya, Isacco dan Jacub ditangkap pada 20 September 2019. Hanya selang 2 hari, keduanya dideportasi karena penyalahgunaan visa. Hal berbeda terjadi pada Philip, di mana pada 17 Desember 2019 visa dan paspor ditahan, bahkan sampai sekarang ditahan. Padahal kasus yang terjadi sangkaannya sama, yakni penyalahgunaan visa.
“Kasus yang menimpa Philip ini menjadi pertanyaan, ada apa? Mengapa terjadi perlakuan yang berbeda. Selama ini yang beredar adalah visanya visa untuk bisnis, namun Philip melakukan kegiatan jurnalisnya selama di Kalteng. Dari kami melihat, visa yang tercantum milik Philip adalah visa kunjungan atau visit visa. Berdasarkan aturan, visa ini bisa digunakan untuk beberapa kegiatan, salah satunya kegiatan jurnalistik,” kata Aryo, saat memberikan keterangan pers terkait kasus yang menimpa Philip Jacobson, di Palangka Raya, Kamis (23/1).
Aryo menegaskan, kegiatan jurnalistik itu ada yang namanya produk jurnalistik, yakni berita. Selama Philip berada di Palangka Raya, tepatnya 14 Desember 2019 sampai saat ini, tidak ada satupun artikel atau berita atas nama Philip Jacobson dari Mongabay. Artinya, selama di Kalteng Philip tidak melakukan kegiatan jurnalistik, meskipun jabatannya adalah seorang editor di Mongabay.
Philip memang seorang jurnalis, kata Aryo, namun selama di Kalteng Philip tidak menjalankan pekerjaannya sebagai seorang jurnalis berupa penerbitan berita. Berkacamata dari apa yang disangkakan ini, seharusnya pasal yang dikenakan terhadap Philip seharusnya gugur. Tentu, konfirmasi lebih lanjut dapat dilakukan ke pihak Imigrasi.
Aryo menguraikan, Philip datang ke Kalteng berawal dari kasus yang menimpa para peladang di Kalteng. Setelah melakukan komunikasi dengan beberapa pihak, Philip melakukan komunikasi dengan AMAN Pusat, dan diberikan kontak pengurus AMAN Kalteng. Setelah melakukan dengan Ketua AMAN Kalteng Ferdi Kurnianto, maka Philip berkunjung ke Kalteng untuk mendapatkan informasi lebih jauh terkait dengan peladang.
LBH sendiri bersama dengan beberapa pihak, ungkap Aryo, berencana akan meminta penangguhan penahanan terhadap Philip. Pribadinya sebagai seorang manusia dan jurnalis sedikit banyak mengalami gangguan. Cukup banyak kerugian secara psikologis yang dihadapi. Mulai dari tidak bisa menghadiri Natal bersama, tahun baru bersama kekasih, menghadiri rekan yang menikah, dan dalam waktu dekat tiket untuk kembali ke Amerika Serikat akan hangus.
Informasinya, perwakilan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia akan datang untuk melakukan komunikasi. Bagaimanapun, ditahannya WNA asal AS ini memiliki sisi hubungan diplomatik. Seharusnya, permasalahan ini dapat diselesaikan secara diplomasi terlebih dulu, jangan seperti sekarang ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Kalteng Dimas Novan Hartono menegaskan, sikap Imigrasi terhadap sosok Philip Jacobson dapat menjadi preseden buruk bagi daerah. Philip merupakan seorang jurnalis, apa yang dilakukan terhadap Philip merupakan bentuk kebebasan dalam memublikasikan berbagai isu. Masyarakat berhak tahu apa yang terjadi selama ini.
“Memperoleh informasi yang seluas-luasnya merupakan kebebasan yang dimiliki oleh rekan-rekan jurnalis. Pelanggaran HAM terjadi di mana masyarakat tidak mendapatkan informasi, apa yang terjadi, baik itu isu kemanusiaan, isu lingkungan, kebijakan, dan yang lainnya. Semua itu harus diinformasikan kepada masyarakat,” kata Dimas.
Kondisi yang dihadapi seperti Philip, kata Dimas, tidak boleh berlanjut-lanjut, siapapun wartawannya, baik wartawan Indonesia ataupun asing, ketika memenuhi hak-hak untuk memberikan informasi kepada masyarakat, maka wajib untuk diberikan perlindungan. ded