PALANGKA RAYA/tabengan.com – Sekitar 5 bulan berlalu sejak penahanan tersangka korupsi sumur bor berinisial Ar dan MS, tapi belum kunjung ada kabar pelimpahan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Palangka Raya ke Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya.
Kepala Kejari Palangka Raya Zet Tadung Allo mengakui adanya pandemi Covid-19 menjadi kendala untuk pelimpahan.
“Menunggu kondisi keadaan Covid sudah dilonggarkan,” ucap Zet via pesan singkat, Senin (8/6).
Dari pantauan lapangan, pihak kejaksaan telah berupaya mengurangi risiko penyebaran Covid-19 selama persidangan berlangsung. Selain melakukan persidangan secara online pihak kejaksaan masih memiliki tugas lain yakni memanggil dan mendatangkan saksi.
Mendatangkan pihak luar ke dalam kejaksaan tentu memiliki risiko, sehingga pihak kejaksaan sangat selektif dan berhati-hati karena ada kontak langsung. Saksi itu akan memberikan keterangan melalui fasilitas video conference (vicon) pada Aula Kejari Palangka Raya.
Terpisah, Humas PN Palangka Raya Zulkifli menyatakan pengadilan tetap bisa menerima perkara baik pidana khusus dan pidana umum.
“Selama ini kita tetap menerima pelimpahan karena kita sidang kan vicon, tidak ada kendala,” tanggap Zulkifli.
Namun, Zulkifli mengakui kendala ada di rumah tahanan karena semasa pandemi Covid-19 tidak menerima tahanan dan juga tidak mengizinkan terdakwa untuk di bawa sidang ke PN. “Makanya sidang dilakukan secara vicon,” pungkas Zulkifli.
Latar belakang perkara adalah saat penyidik Kejari Palangka Raya menetapkan 2 tersangka. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada DLH Kalteng, Ar dan Konsultan Pengawas, MS terkait pembangunan 900 titik sumur bor dan kelengkapannya berupa mesin sumur bor dan alat pembasahan.
Ar juga terkait PPK untuk pengadaan Konsultan Pengawas untuk mengawasi pembangunan sumur bor yang dilaksanakan oleh PT Kalangkap. Proyek diduga bermasalah itu berada pada wilayah Kota Palangka Raya, Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas.
MS dituding tidak melakukan pengawasan dan hanya melaporkan secara formal tapi isi laporan sebenarnya fiktif. Bentuk laporan yang tidak benar itu antara lain perusahaan hanya pinjaman, jadi salah dalam kualifikasi. Hal ini ditambah perusahaan yang dipinjam namanya itu ternyata tidak punya ahli. Tersangka hanya meminjam sertifikat ahli hanya untuk kelengkapan persyaratan Konsultan Pengawas. Meski Ahli tidak bekerja, namun tetap mendapat bayaran jasa. Penyidik memperkirakan terjadi kerugian negara sekitar Rp933 juta.
Dalam proses penyidikan, Sekda Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri yang juga mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup juga sempat datang ke Kejari Palangka Raya karena dipanggil sebagai saksi. dre