PALANGKA RAYA/tabengan.com – Pandemi global Covid-19 sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Hingga 11 Juni 2020, total positif Covid-19 di Kalteng berjumlah 550 orang, yang menempatkan Kalteng urutan ke-14 penderita terbanyak.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suyuti Syamsul dalam rilis yang diterima Tabengan, Jumat (12/6), menyampaikan, Kota Palangka Raya dan Kabupaten Kapuas menempati urutan pertama dan kedua penyumbang angka positif terbanyak, masing-masing 187 orang (34%) dan 106 orang (19%).
Sedangkan pasien Covid-19 yang meninggal dunia berjumlah 29 orang, dengan kematian terbanyak terjadi di Kabupaten Kapuas 14 orang (48%) dan Kota Palangka Raya 10 orang (34%).
Jika laju infeksi tidak teratasi dengan baik, maka sistem layanan rumah sakit di Kalteng, khususnya RSUD Doris Sylvanus akan lumpuh, akibat penumpukan pasien Covid-19, tumbangnya tenaga kesehatan dan habisnya anggaran.
Tidak menutup kemungkinan RSUD Doris Sylvanus meminta sharing biaya ke kabupaten dan kota yang warganya dirawat, agar bisa memperluas bangsal perawatan, memberikan gaji dan insentif untuk rekrutmen relawan baru serta mendukung biaya operasional.
“Agar hal ini tidak sampai terjadi, maka kepatuhan terhadap protokol kesehatan seperti menjaga jarak, memakai masker ketika keluar rumah dan rajin cuci tangan tidak bisa ditawar,” imbaunya.
Dijelaskan Suyuti, grafik harian pertambahan pasien postif Covid-19 di Kalteng belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Dari 14 kabupaten/kota, hanya ada 4 kabupaten yang memiliki angka tingkat penularan (RT) di bawah 1, yang berarti tingkat penularan secara umum di Kalteng masih sangat tinggi.
Tingginya angka penularan ini menimbulkan masalah pada daya tampung rumah sakit di seluruh Kalteng. RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya beserta perluasannya di Asrama BPSDM Provinsi Kalteng, 196 tempat tidur yang tersedia untuk pasien Covid-19, sampai saat ini hanya tersisa 4 yang kosong.
“Perkiraan dalam 1-2 hari ke depan, RSUD Doris Sylvanus Kalteng akan kehabisan tempat tidur. Di sisi lain, RSUD Doris Sylvanus tidak mungkin mengosongkan tempat tidur untuk pasien selain Covid-19,” ujarnya.
Tingginya pemakaian tempat tidur karena Covid-19 ini memiliki masa perawatan yang sangat panjang. Kalau penyakit lain rata-rata hanya 3-5 hari, Covid-19 rata-rata 25 hari. Akhirnya pasien menumpuk karena lambat keluar.
“Lamanya penyembuhan karena sampai saat ini belum ada obat yang benar-benar tepat untuk terapi pasien. Tidak adanya obat yang pasti, menyebabkan angka kematian bagi pasien dengan co-morbid menjadi sangat tinggi,” katanya.
Pada saat yang sama, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus melakukan tracing agresif, pemeriksaan massal dan isolasi bagi yang positif. Tanpa upaya tersebut, maka penularan Covid-19 akan semakin tidak terkendali. dkw