Hukrim  

Advokat Sebagai Penegak Hukum Bukan Calo Perkara

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Terjeratnya sejumlah pengacara atau advokat dalam beberapa perkara pidana menjadi keprihatinan bagi praktisi hukum.

“Advokat adalah penegak hukum, bukan calo perkara,” ucap Decky Wijaya, Ketua Dewan Pembina DPN PPKHI (Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia), saat pelantikan Advokat Angkatan IV tahun 2020 di Hotel Luwansa, Sabtu (15/8/2020).

Menurut Decky, undang-undang mengatur bahwa advokat adalah bagian dari empat pilar penegakan hukum selain profesi hakim, jaksa, dan polisi. Peran advokat bahkan lebih dominan dari penegak hukum yang lain.

“Advokat dapat mendampingi sejak klien sejak awal penyidikan hingga Peninjauan Kembali (PK),” beber Decky. Namun, advokat tidak boleh menjanjikan kemenangan bagi klien. Termasuk menawarkan jasanya membantu mengurus perkara dengan iming-iming mengenal aparat penegak hukum yang menangani perkara tersebut.

Dia menyebut advokat juga dapat berpolitik praktis dengan catatan membawa nama pribadi dan tidak boleh membawa nama profesi apalagi nama organisasi yang menaunginya. “Itu preseden yang buruk dan tidak lazim” kata Decky.

Ketua DPD PPKHI Kalimantan Tengah, Antonius Kristiano menyatakan, advokat adalah tugas mulia yang sejajar dengan penegak hukum lainnya seperti hakim, jaksa, dan polisi.

“Kelebihan advokat adalah ketika menangani perkara dengan itikad baik selama pembelaan terhadap klien, maka advokat tidak dapat dipidanakan,” kata Antonius.

Dia menyebut saat ini advokat anggota PPKHI sudah menyebar di seluruh kabupaten dan kota di Kalteng.

Ketua DPC PPKHI Palangka Raya, Suriansyah Halim menyatakan dalam kegiatan kali ini sebanyak tujuh advokat baru telah dilantik. “Tinggal selangkah lagi adalah penyumpahan di Pengadilan Tinggi. Rencananya di bulan September 2020,” ungkap Halim. Dia meminta para advokat tersebut jangan hanya mengejar profit atau keuntungan semata dan wajib melakukan pendampingan hukum termasuk tanpa bayaran kepada setiap pencari keadilan. Halim mengakui sesuai Pasal 16 Undang-Undang No 18/2003 menyatakan Advokat memiliki imunitas saat pendampingan hukum.

“Tapi bila melanggar kode etik dan UU Advokat maka dapat masuk ranah pidana. Misalnya melakukan penyuapan maka dapat dikategorikan pelanggaran hukum dan dapat dipidana,” pungkas Halim. dre