PALANGKA RAYA/tabengan.com– Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Tengah Fahrizal Fitri menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi sumur bor pada Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (8/10).
“Tidak ada tekanan. Hanya kadang kesulitan mengingat kejadian sekitar 2 tahun lalu,” ucap Fahrizal sembari tersenyum kepada wartawan.
Fahrizal merupakan mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng yang mengangkat Arianto sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) II yang akhirnya menjadi salah satu terdakwa.
Menurut Fahrizal, terdapat 2 PPK dalam Proyek Infrastruktur Pembasahan Lahan Gambut (PIPG) dengan tujuan membagi beban kerja. Dia mengakui menerima sejumlah laporan bersifat administrasi dari PPK maupun bidang lainnya.
Dalam pelaksanaan, pekerjaan dilaporkan seluruhnya dilakukan secara swakelola. Mengenai proposal kelompok masyarakat kepada PPK untuk menjadi pelaksana pembangunan sumur bor, Fahrizal mengaku tidak pernah melihat langsung.
Demikian pula penandatanganan kontrak antara PPK dan mitra atau Masyarakat Peduli Api (MPA) yang tidak pernah dia saksikan sendiri. Dia mengaku tahun 2018 tidak pernah meninjau lokasi pembuatan sumur bor.
“Tapi ada laporan progresnya dalam bentuk buku. Tahun 2019 saya ada meninjau,” tutur Fahrizal.
Mengenai pencairan anggaran, Fahrizal menyebut ada petugas tersendiri yang melaksanakannya. Demikian pula pejabat pemeriksa hasil pekerjaan yang bertugas memeriksa hasil pekerjaan. Para petugas atau pejabat tersebut menerbitkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) baru melaporkan kepada Fahrizal.
“Baik atau tidak baik, kami sudah diaudit BPK RI. Secara kaidah keuangan sudah terpenuhi,” ujar Fahrizal.
Dia juga membantah pernyataan saksi terdahulu, Kusniady. Dalam persidangan, Kusniady mengaku telah lama mengenal Fahrizal dan sempat berbincang mengenai proyek sumur bor saat bertemu di Bandar Udara Tjilik Riwut.
Kusniady adalah pihak yang melobi sejumlah kepala desa pada lokasi sumur bor dan mengambil sebagian uang pencairan proyek.
“Tidak pernah. Kalau saya berangkat dari Palangka ke Jakarta, kita ada jalur khusus. Jadi nanti langsung keluar dari ruangan ke pesawat,” tangkis Fahrizal.
Latar belakang surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum berawal ketika Kepala DLH Kalteng selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dana Tugas Pembantuan untuk kegiatan PIPG Tahun Anggaran 2018 menunjuk Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada DLH Kalteng, Arianto sebagai PPK II.
Pelaksanaan proyek sumur bor sebanyak 700 titik pada Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau seharusnya secara swakelola oleh MPA, tapi Arianto justru menunjuk pihak ketiga yang tidak berhak untuk menjadi pelaksana.
Mohammad Seman selaku Konsultan Pengawas kemudian melaporkan sejumlah pengawasan yang ternyata fiktif, tapi tetap menerima pencairan anggaran. Arianto dan Mohammad Seman selaku terdakwa dituding melakukan pengawasan fiktif dan mencairkan anggaran dengan pertanggungjawaban administrasi saja. dre