Hukrim  

Kalteng Watch Akan Lapor ke Mabes Polri

LAPOR - Ketua Satgas Kalteng Watch Anti Mafia Tanah, Men Gumpul, meminta Polda Kalteng segera merespons soal laporan tentang mafia tanah. TABENGAN/ANDRE

PALANGKA RAYA -Men Gumpul selaku Ketua Satgas Kalteng Watch Anti Mafia Tanah sudah melaporkan sejumlah pihak yang menggunakan verklaring yang dia duga palsu. “Kami harap akhir bulan ini sudah ada perkembangan penyelidikan tingkat Polda Kalteng. Bila tidak, kami akan tingkatkan laporan ke Mabes Polri,” tegas Men Gumpul, Sabtu (20/3/2021).

Surat verklaring adalah surat pernyataan kepemilikan tanah yang berlaku sejak zaman kolonial hingga sebelum terbitnya UU Pokok Agraria No 5 tahun 1960. Gumpul telah melaporkan sejumlah oknum warga menggunakan empat verklaring untuk mengklaim lahan warga lain. “Besarnya kawasan yang diklaim mereka ribuan hektar. Mungkin hampir setengah Kota Palangka Raya,” kata Gumpul. Sebanyak 63 pemegang Surat Keterangan Tanah dan 3 pemegang Sertifikat Hak Milik telah meminta bantuan dan berkonsultasi pada Gumpul.

Dia kemudian melaporkan dugaan penggunaan verklaring palsu oleh sejumlah pihak tersebut ke Polda Kalteng pada tanggal 1 Maret 2021. “Saya sebut palsu karena saya punya pembanding berupa verklaring asli,” yakin Gumpul seraya menyebutkan beberapa syarat dan ciri verklaring asli.

“Verklaring asli ditandatangani Wedana dan Asisten Wedana sebagai produk pemerintah. Yang palsu ditandangani oleh pihak yang tidak berwenang, bahkan ada tandatangan Damang atau Mantir Adat,” papar Gumpul. Dia meminta aparat penegak hukum yakni Polisi untuk menguji forensik empat verklaring pada wilayah Jalan Badak, Jalan Banteng, dan Jalan Hiu Putih.

Sebelumnya, Men Gumpul juga pernah melaporkan dugaan verklaring palsu di Desa Bereng Bengkel tanggal 27 Oktober 2020. “Namun keduanya belum ada tindak lanjutnya,” keluh Gumpul.  Akibat vokal bersuara tentang dugaan mafia tanah dan modus yang digunakan, Gumpul mengaku sejumlah pihak telah melaporkannya ke Polisi.

“Saya malah senang karena justru menjadi kesempatan untuk pengungkapan dan pembuktian,” kata Gumpul. Dia dilaporkan dengan tuduhan membuat pengumuman di RRI bahwa tidak ada tanah adat di Kota Palangka Raya. “Tidak pernah ada pengumuman. Yang benar ada wawancara dari Wartawan RRI yang meminta pendapat saya,” jelas Gumpul.

Dalam wawancara, Gumpul menyebut tanah adat Kota Palangka Raya hanya pada kawasan Pahandut Lama, sedangkan sisanya adalah eks Hak Pengusahaan Hutan milik perusahaan kayu.  Gumpul menyebut modus para mafia tanah mengklaim terus berkembang. Mulai dari memalsukan veklaring, SK Walikota, SPT, SKT, SHM, dan yang terakhir adalah pemasangan pantak atau patung penanda secara adat pada lahan yang diklaim.

“Ini merusak adat dan budaya Dayak karena mendirikan pantak untuk menyerobot tanah orang lain,” sesal Gumpul. Dia berharap pemerintah daerah, legislatif, badan pertanahan, dan penegak hukum cepat merespon masalah sengketa tanah tersebut agar tidak terjadi konflik yang dapat berujung pada pertumpahan darah.  dre