Kematian Covid-19 di Kalteng Meningkat

PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM – Ahli epidemiologi di Kalimantan Tengah menyebutkan, angka kematian terkonfirmasi positif virus corona (Covid-19) di

Ketua Cabang Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Kalimantan Tengah Rini Fortina SKM, MKes

Provinsi KaltengTengah masih tinggi. Masyarakat diingatkan untuk tetap menaati protokol kesehatan, agar tidak terpapar.

Ketua Cabang Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Kalimantan Tengah Rini Fortina SKM, MKes menyampaikan faktor-faktor yang menyebabkan kematian ini yang perlu diamati dan masih dianalisa terus karena pergerakannya ini hampir bersamaan, apakah ini ada hubungannya dengan varian mutasi yang menyebabkan tingkat keparahannya masih tinggi atau seperti apa.

“Kami bekerja sama dengan pusat juga untuk menganalisa apa yang menyebabkan angka kematian cenderung tidak bisa menurun. Ini (terjadi) hampir seluruh Indonesia, tapi kami lihatnya Kalteng,” kata Rini, Rabu (5/5/2021).

Dari hitungan PAEI, angka kematian terkonfirmasi positif Covid-19 di Kalteng cenderung masih tinggi. Diawasi penyebabnya oleh PAEI karena penularan kasus turun, tapi angka kematian meningkat. Persentase angka kematian Case Fatality Rate (CFR) setiap minggunya cenderung tinggi. Pada Maret 2,5 persen dan April 2,6 persen.

Sementara secara keseluruhan kasus terkonfirmasi positif di Kalteng mengalami penurunan, meskipun pergerakannya lambat, sekitar 20 persen saja setiap minggunya. PPKM mikro sampai sejauh ini masih berhasil karena diawasi juga di setiap RT, sehingga memperlambat penularan. Secara akumulasi Kalteng masuk zona oranye penularan Covid-19.

“Kasus kesembuhan meningkat, penularan baru menurun, tapi angka kematian kita ini yang tidak bisa turun-turun,” imbuh Rini.

Ditambah lagi, lanjut Rini, sejumlah pasien isolasi mandiri tidak diawasi dengan ketat, tentu akan menambah lagi kasus baru. Untuk itu PAEI menyarankan peran dari perangkat desa atau kelurahan, RW, RT, sangat penting untuk mengawasi jangan sampai pasien terkonfirmasi positif yang menjalani isolasi mandiri berkeliaran bebas dan menulari banyak orang.

“Kejadian seperti di Sampit, Kotawaringin Timur, ini berarti kepala desa atau lurahnya kurang paham bahwa ada surat edarannya, di situ sangat jelas,” kata Rini.

Untuk orang yang menjalani isolasi mandiri tetap menerapkan 3 M dan 3 T. Saat isolasi mandiri perlu dijaga dan logistiknya juga disiapkan, jangan sampai berkeliaran untuk mencari makan dan bersosialisasi dengan masyarakat. Mengenai kebutuhan selama masa isolasi mandiri, dari kepala desa atau lurah bisa berkoordinasi dengan satgas untuk penggunaan anggaran dan silakan membuat perencanaan. yml