PALANGKA RAYA/TABENAN.COM- H Abdul Rasyid (62) yang merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia menjadi saksi perkara dugaan pemalsuan di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (8/6).
“Tanda tangan saya dipalsukan. Saham saya dijual,” kata Rasyid saat memberikan keterangan via konferensi video.
Rasyid mengaku sudah lama tahu adanya kasus tersebut tapi berupaya menyelesaikan secara kekeluargaan, namun belum menemukan solusi yang baik. Pemalsuan tanda tangan terjadi dalam Surat Pernyataan dan Kuasa untuk pengalihan atau penjualan seluruh saham milik Rasyid di PT Panca Duta Kalteng (PDK).
“Saya dirugikan. Bukan cuma masalah saham, tapi pemalsuan tanda tangan ini saya paling keberatan. Selama saya bekerja, ini yang paling fenomenal. Ini yang saya paling kecewa,” sesal Rasyid.
Perkara berawal ketika Garinda Jamin, H Abdul Rasyid, Nusa Joseph Toendan, KH Haderanie dan Donar Abel menjadi anggota MPR RI periode 1999-2004. Mereka bersama-sama mendirikan perusahaan PT PDK yang bergerak pada bidang pertambangan pada tahun 2000.
Dalam struktur PT PDK, Garinda Jamin menjabat sebagai Direktur Utama, Nusa Joseph Toendan sebagai Direktur, sedangkan Donar Abel, KH Haderanie, dan H Abdul Rasyid sebagai Komisaris.
Komposisi kepemilikan saham pada saat pendirian perusahaan tersebut untuk mereka berlima masing-masing memiliki sebanyak 200 lembar surat saham. Masing-masing lembar surat saham bernilai Rp1 juta rupiah atau total 1.000 saham senilai Rp1 miliar. Komposisi saham telah dituangkan dalam akta notaris pendirian perusahaan.
Belakangan Rasyid mendapat informasi dari Nusa Joseph Toendan, bahwa namanya telah dialihkan dari pemegang saham PT PDK. Ketika melakukan penelusuran terungkaplah bahwa Garinda telah mengalihkan saham tanpa persetujuan para pemegang saham lainnya.
Saham milik Rasyid dialihkan kepada istri Garinda dan akhirnya berlanjut lagi ke Garinda. Upaya penyelesaian kekeluargaan tidak tercapai, sehingga diputuskan untuk menempuh jalur hukum.
“Sebenarnya saya tidak sampai hati. Tapi kalau tidak diselesaikan nanti berlarut-larut,” kata Rasyid.
Dia mengaku kecewa, karena Garinda selaku temannya dapat melakukan perbuatan seperti itu.
Tolak Bicara Saham
Dekie GG Kasenda selaku Penasihat Hukum (PH) terdakwa sempat menanyakan apakah Rasyid benar sudah menyetorkan uang untuk 200 lembar saham ke PT PDK.
“Masalah saham itu rahasia perusahaan kita. Saya tidak buka di sini. Saya hanya mau menjawab soal pemalsuan tanda tangan,” tangkis Rasyid.
Berulang kali Rasyid menolak menjawab pertanyaan PH mengenai nilai dan kepemilikan sahamnya di PT PDK dengan dalih rahasia perusahaan.
Rasyid hanya mengakui belum mendapat pembagian keuntungan dari PT PDK yang belum beroperasi dan akhirnya kehilangan hak atas saham perusahaan. “Bila bicara secara materi kerugiannya tidak seberapa.Tapi secara perusahaan kerugiannya luar biasa,” ucap Rasyid.
Usai persidangan, Dekie menyatakan Rasyid dan pemegang saham lainnya belum menyetorkan pembayaran saham ke PT PDK yang dijalankan Garinda. Padahal itu menjadi alasan terjadinya pengalihan saham PT PDK.
“Kalau merasa sudah ada hak atas saham kenapa tidak menggugat secara perdata? Kenapa harus melapor ke polisi? Dia (Rasyid) tadi tidak mau menjawab itu,” tandas Dekie. dre