Hukrim  

Jalan Rusak, Pemerintah Bisa Digugat

Foto Guruh Eka Saputra dan Suriansyah Halim
  • Jika Ada Indikasi Pembiaran

PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM – Road Barrier atau pembatas lajur jalan pada sejumlah titik jalan di Kota Palangka Raya maupun kabupaten, menjadi sorotan praktisi hukum. “Karena minim penerangan dan rambu, pembatas jalan justru dapat mencelakakan pengguna jalan,” kata Suriansyah Halim dari LBH Penegak Hukum Republik Indonesia, Kamis (17/6).

Halim mencontohkan pembatas jalan terbuat dari beton di Jalan Tjilik Riwut Kota Palangka Raya. “Sering terjadi kecelakaan di tempat tersebut,” ujar Halim. Menurut Halim penyebabnya adalah kurang penerangan dan rambu sekitar pembatas jalan tersebut.

Dia berpendapat bila terjadi kecelakaan akibat peralatan pembatas jalan, masyarakat berhak menuntut ganti rugi. Untuk itu korban kecelakaan dapat mendatangi dinas terkait dengan membawa bukti terjadinya kecelakaan dan penyebabnya. “Bila pemerintah tidak mau mengganti rugi, masyarakat dapat menggugat ke pengadilan,” yakin Halim.

Bentuk gugatan dapat berupa Perbuatan Melawan Hukum karena pemerintah dianggap melalaikan atau tidak memenuhi tanggung jawabnya sesuai peraturan lalu lintas yang berlaku.  Pemerintah daerah seharusnya juga memiliki fungsi pengawasan sehingga tidak dapat berkilah tidak tahu ada kerusakan atau tidak lengkapnya fasilitas pendukung  peralatan pembagi lajur atau road barrier. “Pemerintah melalui dinas terkait  wajib melengkapi sarana penerang dan rambu agar para pengguna jalan dapat melihat pembatas jalan dari jauh,” saran Halim.

Jalan Rusak

Tak hanya pembatas jalan, kerusakan jalan di lokasi juga sangat merugikan masyarakat. Kondisi itu sangat rawan memicu kecelakaan lalu lintas (lakalantas). Salah satunya jalan provinsi yang menuju Kota Kuala Kurun, Kabupaten Gunung Mas. Jalan itu mengalami kerusakan di sejumlah titik.  “Bila terbukti kecelakaan akibat jalan rusak, pemerintah dapat dituntut pertanggungjawaban pidananya,” ujar Advokat Guruh Eka Saputra, Kamis (17/6).

Menurut Guruh,  Pasal 24 Undang-Undang (UU)  No 22 tahun 2009  tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) mengatur kewajiban penyelenggara jalan yakni pemerintah atau negara dalam peranan dan tugas perbaikan jalan rusak yang dapat mengakibatkan lakalantas dengan segera dan patut. UU LLAJ juga mengatur hak korban lakalantas memperoleh ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan tersebut.

Meskipun ganti kerugian atas benda atau luka telah diaplikasikan pemerintah melalui asuransi Jasa Raharja, terdapat juga Pasal 1365 KUH Perdata yang dapat menjadi dasar hukum untuk menggugat ganti kerugian di pengadilan atas perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian.

Guruh menyatakan UU LLAJ juga mengatur sanksi pidana di Pasal 273 yakni jika ada pembiaran dari instansi terkait atas kerusakan jalan yang dapat membuat kecelakaan untuk dengan segera dan patut memperbaiki jalan tersebut, maka dapat dituntut pertanggung jawaban pidananya yang memiliki sanksi ancaman penjara.  dre