Hukrim  

Sidang H Abdul Rasyid Vs Garinda Jamin

ILUSTRASI/NET

*Terduga Pemalsu Tanda Tangan Minta Dibebaskan

PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM– Garinda Jamin yang menjadi terdakwa pemalsuan tanda tangan konglomerat H Abdul Rasyid menyampaikan pembelaan dalam sidang Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (13/7).

“Dua kemungkinan yang kita minta yakni kemungkinan vrijspraak atau putusan bebas. Atau kemungkinan ontslag atau melepaskan dari segala tuntutan,” kata terdakwa melalui penasihat hukumnya, Dekie GG Kasenda.

Perkara tersebut terkait pengalihan saham PT Panca Duta Kalteng (PDK) dari 4 pemegang saham, termasuk Abdul Rasyid. Kepada wartawan, Dekie menyampaikan bahwa poin penting pembelaan mereka adalah tentang kerugian.

“Pasal 263 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan harus berakibat kerugian. Ternyata dalam fakta persidangan, tidak ada yang merugikan saksi korban atau saksi lainnya. Karena unsur ini tidak terpenuhi, terdakwa seharusnya dinyatakan bebas,” ujar Dekie.

Seharusnya terdakwa dibebaskan karena tidak terbuktinya salah satu unsur yakni kerugian, maka harus dinyatakan vrijspraak (putus bebas).

Tidak terjadinya kerugian bagi korban karena dalam perusahaan itu tidak disetorkannya saham, maka telah terjadi wanprestasi.

“Seharusnya bila ada ketidakcocokan pemegang saham maka dilakukan gugatan perdata untuk melakukan pembatalan pengalihan saham,” ujar Dekie. Terkait hubungan keperdataan dalam pembentukan perusahaan itu dengan tidak disetorkannya saham kemudian dialihkan, maka seharusnya proses hukum melalui gugatan perdata.

“Sekalipun terbukti ada pemalsuan namun ranahnya perdata, maka seharusnya ontslag,” pungkas Dekie.

Kronologis perkara berawal ketika Garinda Jamin, H Abdul Rasyid, Nusa Joseph Toendan, KH Haderanie dan Donar Abel menjadi anggota MPR RI periode 1999-2004. Mereka bersama-sama mendirikan perusahaan PT PDK yang bergerak pada bidang pertambangan pada tahun 2000.

Dalam struktur PT PDK, Garinda Jamin menjabat sebagai Direktur Utama, Nusa Joseph Toendan sebagai Direktur, sedangkan Donar Abel, KH Haderanie, dan H Abdul Rasyid sebagai Komisaris. Komposisi kepemilikan saham pada saat pendirian perusahaan tersebut untuk mereka berlima masing-masing memiliki sebanyak 200 lembar surat saham. Masing-masing lembar surat saham bernilai Rp1 juta rupiah atau total 1.000 saham senilai Rp1 miliar.

Komposisi saham telah dituangkan dalam akta notaris pendirian perusahaan.
Saat memberikan keterangan melalui vicon sebagai saksi dalam persidangan beberapa waktu lalu, Rasyid mengaku mendapat informasi dari Nusa Joseph Toendan bahwa namanya telah dialihkan dari pemegang saham PT PDK. Ketika melakukan penelusuran terungkaplah bahwa Garinda telah mengalihkan kepemilikan 4 pemegang saham tanpa persetujuan mereka.

Saham milik Rasyid sempat dialihkan kepada istri Garinda dan akhirnya berlanjut lagi ke Garinda. Upaya penyelesaian kekeluargaan tidak tercapai sehingga diputuskan untuk menempuh jalur hukum.

“Saya dirugikan. Bukan cuma masalah saham tapi pemalsuan tanda tangan ini saya paling keberatan. Selama saya bekerja, ini yang paling fenomenal. Ini yang saya paling kecewa,” sesal Rasyid kala itu.

Sedangkan Garinda menyatakan pengalihan saham terjadi karena 4 pemegang saham itu tidak pernah menyetorkan uang senilai saham yang mereka pegang atau masing-masing sebesar Rp200 juta. Garinda juga membantah telah memalsukan tanda tangan Rasyid. Jaksa Penuntut Umum akhirnya menuntut pidana penjara selama 3 tahun atas dakwaan pemalsuan. dre