PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM- Virus African Swine Fever (ASF) kini menjadi masalah serius bagi peternak babi di Kalimantan Tengah. Setiap ternak babi yang terpapar, peluang hidupnya kecil. Virus yang menyerang ternak babi ini sudah teridentifikasi di sejumlah daerah dan menyebabkan matinya ratusan ternak babi.
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Kristen Palangka Raya (UNKRIP) Herlinae mengakui, permasalahan virus ini sangat berdampak bagi para peternak babi. Layaknya Covid-19 yang menyerang manusia, mencegah penularan virus ASF pada ternak babi juga wajib memberlakukan protokol kesehatan (prokes) yang bernama biosecurity.
Biosecurity, jelas Herlinae, pembatasan bagi siapa saja yang akan menuju kandang babi. Ada tempat untuk mencuci kaki, menggunakan baju kandang dan menyemprotkan disinfektan pada tubuh apabila ingin ke kandang babi. Ada sejumlah media yang dapat menjadi wadah penularan. Pertama adalah pakan atau makanan babi, kemudian kandang, dan terakhir alur lalu lintas.
Masalah pakan, lanjut Herlinae, mencegah penularan itu ada istilah yang berasal dari babi jangan kembali ke babi. Misalnya, ada ternak babi yang dibeli atau dipotong, air cuciannya jangan diberikan kepada babi dalam bentuk pakan. Baik itu darah, tulang, ataupun yang lainnya.
Begeser ke masalah kandang, peternak babi harus bisa memastikan kebersihan dari kandang yang dimiliki. Karena yang menyebar adalah virus, maka kandang harus benar-benar disterilkan. Misalnya, selesai kandang dibersihkan dilanjutkan dengan penyemprotan disinfektan.
Lalu lintas, terang Herlinae, adalah siapa pun yang keluar masuk wajib menjalankan prokes. Baik itu orang yang mengunjungi kandang, ataupun pakan yang akan diberikan bagi ternak babi. Semua itu wajib dilakukan untuk mencegah penularan virus ASF lebih luas di Kalteng. Apabila memang ada ternak babi yang terpapar, maka harus dilakukan karantina ataupun isolasi agar tidak menular kepada ternak yang lain.
“Ternak yang terpapar, sebaiknya tidak diperjualbelikan. Memang tidak menular ke manusia karena tidak bersifat zoonosis, dengan catatan dimasak dengan sebaik mungkin. Memang tidak menular ke manusia, hanya saja konsumsi yang dilakukan itulah yang dapat menjadi penyebab penularan ke ternak babi nantinya,” kata Ketua Asosiasi Peternakan Monogastrik Kalteng ini di Palangka Raya, Selasa (26/10).
Herlinae juga mengimbau, sementara dalam upaya penanggulangan virus ASF, masyarakat khususnya peternak babi tidak memanfaatkan limbah rumah tangga, restoran, ataupun yang lainnya. Tingkat keamanan limbah ini dikhawatirkan dapat menjadi salah satu jalan masuk virus ke ternak babi. Ini hanya bersifat sementara, sampai permasalahan virus ASF ini dapat benar-benar diatasi dengan baik.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Palangka Raya Renson menegaskan, ada edaran yang sudah dikeluarkan berkenaan dengan masalah ASF ini. Setiap tenak yang mati dalam jangka waktu 1×24 jam untuk dapat dilaporkan kepada petugas penyuluh lapangan. Babi yang sudah mati segera dikubur untuk mencegah penularan yang lebih luas.
“Edaran ini juga termuat untuk tidak menjual babi ataupun daging babi dari ternak yang sakit. Segera melakukan isolasi terhadap hewan yang sakit, mencegah penularan terhadap ternak yang masih sehat. Kandang yang menjadi tempat ternak mati akibat virus ASF segera dikosongkan selama 2 bulan, setelah dilakukan tindakan biosecurity,” kata Renson.
Renson menyampaikan, ada penguburan massal terhadap ternak babi yang diduga terpapar virus ASF. Memastikan terpapar atau tidak, sampel darah, kotoran babi, dan pakan diambil untuk dilakukan pemeriksaan. Hasil dari sampel darah memang terpapar virus ASF, sementara dari pakan tidak ditemukan virus ASF.
Tim kesehatan hewan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Palangka Raya, ungkap Renson, rutin melakukan pengecekan terhadap kondisi ternak babi yang ada di Palangka Raya. Kondisi penyebaran virus yang menyebabkan banyaknya ternak mati, bukan tidak mungkin sementara waktu Palangka Raya tidak menerima pasokan ternak babi dari luar. ded