Surat Gubernur Bikin Gaduh    

(dari kiri) surat dari gubernur (kanan) surat dari Klarifikasi Sekda

*Meniadakan Perayaan Natal dan Tahun Baru

*Ahli Bahasa: Artinya Menghilangkan

*Pdt Maruba Rajaguk-Guk: Tetap Berpikir Positif

*Diklarifikasi Sekda Bukan Gubernur

PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM– Surat Edaran Gubernur Kalteng terkait pencegahan penyebaran Covid-19 Nomor 4431/197/2021 di provinsi ini membuat gaduh dan memantik tanggapan masyarakat. Pasalnya, salah satu poin dalam surat itu menyebut ‘Meniadakan Perayaan Natal dan Tahun Baru’.

Surat itu sendiri ditandatangani langsung oleh Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran.  Sontak pernyataan pada poin 6 itu mendapat sorotan dan menjadi viral di media sosial (medsos), bahkan tidak sedikit yang mengkritik secara mendalam arti bahasa dari ‘Meniadakan’ tersebut.

Apalagi surat edaran itu telanjur menyebar di medsos Facebook (FB) dan WhatsApp dan menjadi bahan pembahasan sejumlah warganet, baik secara individu maupun grup pribadi masing-masing serta dari organisasi pemuda.

Seperti beberapa akun individu atau grup yang juga menyesalkan bahasa ‘peniadaan’ dalam Kamus Bahasa Indonesia mengartikan menyatakan tidak sah, menghapus, menghilangkan atau mengabaikan.

Ketika Tabengan mengonfirmasi kebenaran SE tersebut, Plt Kadiskominfosantik Kalteng Agus Siswadi mengirimkan secara langsung surat baru yang menyebutkan agar tidak munculnya multitafsir. Poinnya meniadakan perayaan Natal dan Tahun Baru, apabila perayaan tidak mematuhi protokol kesehatan (prokes) serta kunjungan ke rumah-rumah apabila abai terhadap aturan tersebut.

Surat susulan baru yang menjelaskan rinci maksud point 6 tersebut ditandatangani Sekda Kalteng H Nuryakin muncul setelah surat gubernur tersebut menjadi viral di medsos.

Namun yang tetap menjadi sorotan di warganet, seharusnya surat gubernur itu dicabut dulu, agar sah. Lantas diterbitkan kembali setelah dilengkapi penjelasan yang baru dan harus ditandatangani kembali oleh gubernur. Tanpa adanya pencabutan, munculnya surat susulan dari Sekda tidak akan menggugurkan maksud dari surat gubernur yang sebelumnya.

Sorotan juga datang dari Pengda Pemuda Katolik Komda Kalteng yang juga melayangkan surat ditujukan ke Gubernur Kalteng untuk meminta klarifikasi terkait surat edaran gubernur khusus terkait poin 6 di surat tersebut.

Surat yang ditandatangani Ketua Pengda Pemuda Katolik Komda Kalteng Freddy Simamaora ST dan Sekretarisnya Bama Adiyanto SH, meminta kejelasan dan pertimbangan yang jelas agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat adanya multitafsir terhadap isi surat tersebut.

Secara nasional, arahan presiden dan keputusan pemerintah hanya terkait cuti bersama hari raya Natal 2021 dan tahun baru 2022 yang dihapus, tidak menyinggung soal perayaan.

 Meniadakan Artinya Menghilangkan

Heri Budhiono dari Balai Bahasa Kalteng mengatakan, arti kata ‘Meniadakan’ itu bersifat harfiah, tergantung seperti apa kalimatnya. Ada beberapa makna dari kata ‘Meniadakan’.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Heri, ada 4 makna terkandung dari kata ‘Meniadakan’. Berasal dari kata dasar tiada, ‘Meniadakan’ memiliki makna memandang (menyatakan dan sebagainya) tidak ada; mengingkari; memungkiri: menetang ajaran agama samala seperti-kebenaran.

Makna kedua, lanjut Heri, menghapuskan; menghilangkan; mencabut peraturan dan sebagainya: kita harus selalu berusaha – pikiran yang negatif dalam hidup kita; untuk sementara mereka akan – acara iklan.

Makna ketiga, papar Heri, menyatakan tidak sah (tidak berlaku); membatalkan; kantor agraria telah – hak atas tanah bekas perkebunan itu. Dan terakhir, makna keempat adalah mengabaikan; menghinakan: kita tidak boleh – kekuatan lawan.

“Berdasarkan makna tersebut, kembali saya sampaikan bahwa makna kata ‘Meniadakan’ itu ada 4 makna harfiahnya, tergantung konteks atau seperti apa kalimatnya. Kalimatnya ‘Meniadakan Perayaan Natal dan Tahun Baru’, maka ini sesuai dengan makna yang kedua,” kata Heri, saat dikonfirmasi terkait makna kata ‘Meniadakan’ yang tercantum dalam surat Gubernur Kalteng, Kamis (28/10).

Menurut Heri, meskipun bahasa ‘Meniadakan’ terdapat dalam kalimat ‘Meniadakan Perayaan Natal dan Tahun Baru’, bukan Natal dan Tahun Baru yang ditiadakan, melainkan perayaannya.

Tanggapan Tokoh Agama Terhadap Surat Gubernur

Beredar di grup-grup WA masyarakat Kalteng Surat Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran dengan nomor 443.1/197/2021 tertanggal 26 Oktober 2021. Dalam surat tersebut pada poin 6 dalam surat tersebut menyebutkan meniadakan Perayaan Natal dan Tahun Baru.

Kalimat dalam poin 6 di surat tersebut mengundang reaksi dari sejumlah masyarakat Kalteng dan tokoh agama Kristen khususnya di Palangka Raya. Yang mana dinilai terkesan tendensius dan dapat menimbulkan bermacam tafsir.

Menanggapi Surat Gubernur Kalimantan Tengah yang Viral tersebut,  Ketua PGLII (Persatuan Gereja Injili Indonesia) Provinsi Kalimantan Tengah Pendeta Maruba Rajagukguk M.Th mengatakan, Ibadah Natal tanggal 25 Desember 2021 tetap bisa berjalan hanya dengan  Prokes yang sangat ketat mengantisipasi prediksi lonjakan kasus baru Covid-19 gelombang ke-3.

Selanjutnya, dikatakannya barangkali dalam surat tersebut yang maksud adalah antisipasi perayaan-perayaan sebelum tanggal 25 Desember dan sesudahnya. Oleh sebab menjadi tradisi sepanjang bulan Desember bahkan setelah tanggal 25 Desember gereja-gereja tertentu melakukan ibadah dan sekaligus perayaan Natal.

“Intinya, tetap berpikir positif,” tegas Pdt Maruba.

Terpisah, Komisi Hukum dan Ham PGLII Kota Palangka Raya, Pdt. Daniel Susanto S.Th turut menanggapi Surat Gubernur tersebut. Dikatakannya, sejak munculnya kasus Covid-19, gereja-gereja mengalihkan ibadah dengan cara streaming dan diikuti oleh umat melalui jaringan zoom dan lain-lain.

“Esensinya adalah ibadah memang tidak bisa dihentikan atau ditiadakan. Bahkan beberapa peringatan hari besar Kristiani, seperti Paskah-Kenaikan – Pentakosta- Natal-Tahun Baru, selama 2 tahun ini pihak gereja dengan sadar tidak mengadakannya di gedung ibadah. Tetapi melalui streaming. Jikalau pun ada, hanya dilakukan perorangan dan itu pun hanya dengan keluarga dalam satu rumah,” bebernya.

Terkait, poin 6 dalam surat tersebut, sejurus dengan Pdt Maruba, Daniel mengatakan perayaan-perayaan di tengah Minggu sebelum dan sesudah 25 Desember jika memang mau diadakan harus berkonsultasi dengan satgas terlebih dulu dan melakukan Prokes dengan sebaik-baiknya.

“Mungkin juga untuk mengantisipasi kegiatan Open House yang telah menjadi tradisi di Minggu Natal juga sebaiknya ditiadakan sampai Covid-19 ini benar-benar dinyatakan hilang oleh WHO. Mari persiapkan diri menyambut Natal dengan hati yang damai,” tukasnya.

Komisi Kumham PGLII menambahkan yang disesalkan adalah penggunaan kata “meniadakan” dalam poin.6 surat tersebut. Sedangkan mengacu kepada pernyataan Presiden yang ditiadakan adalah hari libur Nataru dan bukan ibadah maupun perayaan Natal.

Selebihnya, hal lain yang dinilai kurang tepat adalah  surat revisi nomor 2579/ TU 3/ X/ 2021 tertanggal 28 Oktober 2021 diterbitkan bukan oleh ‘si penulis’ surat, tetapi oleh Sekda Provinsi dengan tidak ada surat pembatalan surat terdahulu.

Salah seorang Pendeta Jemaat, Pdt. Kristina menyampaikan bahwa ada jemaatnya yang langsung konfirmasi ke bagian Hukum Walikota, jadi Perayaan Natal bisa saja tetap jalan hanya harus ada surat ijin dari Satgas Covid-19. Dalam surat izin itu, Panitia menyampaikan Natalnya tanggal berapa; berapa orang yang hadir; dari jam berapa sampai jam berapa,” tukasnya.

Namun, hingga berita ini terbit, Bimas Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah belum memberikan pernyataan resminya menanggapi Surat Gubernur tersebut. dsn/ded/drn