PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM– Mantan Guru SDN-1 Sampiran I Kabupaten Barito Utara, Bijuri yang menjadi terdakwa tindak pidana korupsi (tipikor) terpaksa menerima putusan pidana dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Senin (10/1).
Bijuri terbukti tidak mengajar selama 4 tahun, namun tetap rutin mengambil gajinya sehingga merugikan keuangan negara Rp189.131.574.
“Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut,” tegas Hakim Ketua Majelis, Erhammudin.
Bijuri mendapat vonis pidana penjara 1 tahun dan 3 bulan dan denda Rp50 juta subsider kurungan selama 1 bulan serta membayar uang pengganti Rp189.131.574 atau diganti penjara selama 8 bulan. Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum sama-sama menyatakan masih pikir-pikir untuk menerima putusan tersebut.
Dalam dakwaan, Bijuri dituding tidak mengajar di SDN-1 Sampirang I, Kecamatan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara, sejak Juli 2016 sampai dengan November 2020. Meski tidak datang mengajar, namun gaji tetap diambil oleh Bijuri melalui ATM.
Bijuri beralasan lokasi sekolah tempatnya mengajar terlalu jauh sehingga menolak datang. Sejumlah teguran telah dilayangkan kepada Bijuri namun tidak diindahkan. Bijuri juga tidak memenuhi undangan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Barito Utara yang memintanya datang menjelaskan kenapa tidak terpenuhinya tugas mengajar sekaligus membahas bila ada keinginan pindah ke tempat lain.
Pihak kejaksaan menyatakan tidak ada alasan bagi terdakwa untuk tidak menjalankan tugasnya karena seluruh PNS harus siap ditempatkan di mana saja di seluruh wilayah NKRI. Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Barito Utara dengan Nomor : 713.1.5/28/LHP-RIKSUS/2021 tanggal 25 Juni 2021 tentang Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Dugaan Penyelewengan Pembayaran Gaji Dan Tunjangan Guru Terpencil Di SDN-1 Sampirang I, Kecamatan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara, mengindikasikan adanya kerugian keuangan negara.
Dalam persidangan, mantan Kepala SDN-1 Sampirang I, Walto mengaku sekitar satu tahun menandatangani absensi kehadiran Bijuri karena diancam akan dibunuh bila tidak membantu proses pencairan gaji. Bijuri terjerat Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo UU No 20/2001 jo Pasal 64 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Dalam pembelaannya, Bijuri melalui Robby Cahyadi selaku Penasihat Hukum menyatakan perbuatan tersebut merupakan pelanggaran administrasi negara dan bukan tindak pidana korupsi. Secara administratif, Bijuri juga telah mendapat sanksi berupa pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil. Bijuri beralasan tidak mengajar lantaran sekolah tidak beroperasional secara layak dari 2016-2019 karena sudah tidak ada lagi warga yang tinggal di Desa Sampirang I. dre