PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM– Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut 222 korporasi sawit di Indonesia yang terindikasi ilegal, bakal tetap beroperasi walaupun diduga tidak memenuhi ketentuan.
Jumlah itu sudah termasuk di Kalteng sebanyak 109 perusahaan besar swasta (PBS) dengan luasan 449.548 hektare. Berkat “pengampunan” terjadi karena mekanisme ketelanjuran pada Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) terdapat poin-poin terkait.
Menurut Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XXI Kalteng Doni Sri Putra, keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut sudah berdiri di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya UU No 11 Tahun 2020 tentang UU Ciptaker.
“Maka sesuai aturan yang ada, di situ diatur dalam pasal 110 A dan 110 B UU Cipta Kerja,” ujar Doni ketika dikonfirmasi Tabengan, baru-baru ini.
Sementara dalam pasal tersebut dijelaskan, UU Ciptaker mengatur kegiatan usaha yang sudah terbangun di wilayah hutan produksi. Poinnya adalah ketelanjuran atau perusahaan yang sudah membangun kegiatan usahanya di hutan produksi, bisa mengajukan pelepasan atau tetap beroperasi setelah membayar denda administratif.
Doni menambahkan, hal itu juga sudah diatur dalam turunannya, PP 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, serta PP 24 Tahun 2021 tentang Sanksi Administrasi Bidang Kehutanan.
Dalam PP 23 Tahun 2021 ini disebutkan, mengatur mengenai perencanaan kehutanan, perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, pengelolaan perhutanan sosial, perlindungan hutan, pengawasan dan sanksi administratif.
Lalu PP 24 Tahun 2021 mengatur tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak, yang berasal dari denda administratif di bidang kehutanan. drn