SAMPIT/TABENGAN.COM-DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) baru-baru ini mengunjungi Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta. Pihak DPRD Kotim, yakni Wakil Ketua II DPRD Kotim Hairis Salamad beserta rombongan Komisi II DPRD Kotim, mendatangi kantor tersebut untuk meminta penjelasan terkait surat keputusan pencabutan izin konsesi di kawasan hutan yang diumumkan Presiden RI belum lama ini.
“Kita sengaja langsung datang ke KLHK. Sebab berkaitan dengan SK tersebut hingga saat ini masih belum jelas pertanggungjawabannya di tingkat daerah. Karena itu kami rasa perlu meminta penjelasan terkait hal ini,” terangnya, Minggu (6/2) siang.
Apalagi, kata Hairis, Kotim termasuk salah satu daerah yang disebutkan dalam SK tersebut dan ada sejumlah izin usaha perusahaan di Kotim yang dinyatakan dicabut. Menurutnya selain untuk meminta penjelasan terkait daerah-daerah yang masuk ke dalam kawasan hutan, pihaknya juga mencari solusi terhadap perusahaan yang dicabut izinnya tersebut .
“Nanti hasil dari pertemuan ini akan kita bahas lagi di daerah setelah pulang. Selain untuk meminta penjelasan terkait daerah-daerah yang masuk ke dalam kawasan hutan, kita juga akan mencari solusi terhadap perusahaan yang dicabut izinnya ini,” ucapnya.
Dijelaskannya, SK tersebut tentang Pencabutan Konsesi Pemanfaatan Kawasan Hutan yang Belum Sah. Bahkan beredarnya SK tersebut juga sudah ditindaklanjuti oleh Bupati Kotim Halikinnor menegaskan jika SK mengenai keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tentang pencabutan konsesi pemanfaatan kawasan hutan yang belum sah, belum bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya sesuai norma yang berlaku. Sehingga pihaknya masih menunggu keputusan yang sesuai dengan tata naskah dinas sesuai ketentuan yang ada.
Dalam surat Bupati Kotim pada tanggal 11 Januari 2022 perihal izin pencabutan penggunaan kawasan hutan yang ditujukan kepada Camat dan Kepala Desa di Kotim Halikinnor menjelaskan, SK yang beredar tersebut bukan mencabut izin lokasi, HGU atau IUP yang sudah dimiliki pihak investor.
“Namun yang dicabut adalah pemanfaatan kawasan hutannya atau pelepasan, pinjam pakai, tukar menukar kawasan hutan,” kata Halikinnor waktu itu.
Untuk itu, Hairis mengkhawatirkan jika informasi tersebut justru benar adanya, maka akan ada gerakan aksi dari masyarakat di wilayah investasi yang dapat mengganggu aktivitas investasi di daerah.
“Hal ini akan segera kita bahas nantinya,” ucapnya. c-may