+Jalankan Petuah Leluhur dan Pertahankan Eksistensi Budaya
PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM – Bagi masyarakat Suku Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah, siapa yang tak mengenal Sandung. Bangunan kecil yang terbuat dari kayu ulin serta bertiang empat, dua atau satu ini, berfungsi sebagai tempat persemayaman bagi orang yang telah meninggal, khususnya bagi orang Suku Dayak yang beragama Hindu Kaharingan.
Di Desa Bukit Bamba, Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau, ada salah satu sandung tertua yang kini usianya sudah lebih dari satu abad, yakni milik keluarga besar Datu Basir Sawang, Said, Ali, Rengge, Dundung, Raban dan Malin. Karena termakan usia serta pembangunan terakhir pada tahun 1979 silam, kondisi sandung tersebut sebagian sudah mengalami rusak berat bahkan ada yang sudah roboh. Selain itu, dari sisi estetika pun sudah tidak layak dipandang.
Sebagai wujud kehormatan dan cinta kasih serta menjalankan petuah para leluhur, anak cucu dan cicit dari seluruh leluhur tersebut sepakat untuk melakukan renovasi pada empat bangunan sandung, yakni Hamputan Sandung Basir Sawang, Hamputan Sandung Said dan Ali, Hamputan Sandung Rengge dan Dundung, serta Hamputan Sandung Raban dan Malin. Dimana seluruh hamputan (keturunan/keluarga besar) tersebut merupakan cikal bakal keturunan suku Dayak yang mendiami Desa Bukit Bamba, Balukun, Pamarunan, Bahu Palawa, Bukit Liti, Tumbang Kuayan Sei Rungan dan Desa Camba Sei Mentaya.
Huber Doyom, Wakil Ketua Panitia renovasi sandung tersebut mengatakan jika rangkaian kegiatan renovasi telah dimulai sejak hari Sabtu (3/4/2022).
Sejak pagi hari, Basir atau rohaniawan umat Hindu Kaharingan, dikatakannya telah melakukan ritual Manawur (menabur) beras dan darah hewan Babi sebagai bentuk komunikasi bersama para arwah leluhur, yang menandakan bahwa kegiatan renovasi sandung telah dimulai.
“Upacara Manawur ini mengawali kegiatan renovasi sandung milik leluhur kami, sesuai dengan tahapan-tahapan menurut agama Hindu Kaharingan. Tulang belulang leluhur kami yang sandungnya roboh pun, sudah dipindahkan sementara sembari menunggu pembangunan sandungnya yang baru,” kata Huber,
Dalam rapat keluarga besar, dituturkannya telah didapat kesepakatan jika keempat sandung tersebut akan digabungkan dalam satu rumah peneduh. Pada pertengahan bulan April mendatang, pembangunan akan segera dimulai. Begitu proses renovasi sudah selesai, maka kata Huber, akan kembali dilakukan upacara syukuran berupa Upacara Balian sesuai dengan tata cara Hindu Kaharingan.
Sementara itu Ketua Panitia Renovasi Sandung, Yapeth P Nanjan mengatakan jika salah satu tujuan lain dilaksanakannya pemugaran terhadap tempat persemayaman leluhunya, ingin menjadikan keempat sandung tersebut sebagai salah satu objek wisata di Desa Bukit Bamba. Mengingat usia sandung yang sudah lebih dari satu abad, maka layak menurutnya jika dapat dijadikan cagar budaya yang menjadi penanda bahwa leluhur di kawasan setempat masih berdiri kokoh dan tetap eksis hingga saat ini.
“Rumah peneduh dan keempat sandung leluhu kami, akan dipoles sedemikian rupa hingga menjadi sedap dipandang. Kami juga ingin agar anak cucu keturunan mereka bisa merasa dekat dengan para leluhurnya, dan ini menjadi bukti nyata bahwa tulang belulang pendahulu mereka ada di Desa Bukit Bamba,” tutup Yapeth. rgb