Tunanetra Sebatang Kara yang Tak Pernah Didata

Tabengan.com – Seorang wanita tua miskin, tinggal sebatang kara di rumahnya di Jalan Ki Hajar Dewantara Gang Muamalah, Kelurahan Kuala Pembuang II Kecamatan Seruyan Hilir.

Munti (67), selain hidup sebatang kara, juga menyandang disabilitas. Matanya buta sejak tiga tahun lalu. Kepada Tabengan yang menemuinya, Jumat (6/4), Munti mengaku,

sebelum penyakit yang dideritanya itu makin parah, ia telah berusaha berobat hingga ke Banjarmasin.

“Barang-barang saya sudah habis dijual untuk berobat, tapi di sana (Banjarmasin) tidak sembuh juga,” katanya.

Munti menceritakan, dulunya sewaktu masih sehat dia bekerja sebagai nelayan di Desa Sungai Perlu desa paling terisolir di Kecamatan Seruyan Hilir.

“Dulu waktu masih sehat, saya sering bolak-balik Kuala Pembuang – Sungai Perlu,” katanya.

Karena tidak memiliki anak, setelah suaminya meninggal, selama sakit mengalami kebutaan, Marni, melakukan pekerjaan di rumahnya sendirian, seperti memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah.

Tidak jarang Marni terjatuh maupun terperosok di dapurnya. Karena kondisi dapur yang sudah kurang layak untuk digunakan.

Bahkan, lantai dapur yang sudah mulai lapuk dimakan usia banyak berlubang. Marni menuturkan, akibat kebutaan itu dia tidak bisa bekerja. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhannya seperti membeli beras maupun keperluan sehari-hari, Marni dibantu oleh tetangga maupun keluarga di sekitar rumahnya.

Lalu bagaimana Marni memasak makanan untuknya sehari-hari? “Saya kira-kira saja, karena sudah terbiasa, kadang juga sering gosong karena saya tidak melihat,” terangnya.

Meskipun kondisinya demikian, Marni tetap rajin beribadah. Walaupun dia kesulitan untuk melihat waktunya, suara azan cukup membantunya dalam menunaikan ibadahnya.

Bagaimana dengan Pemerintah melalui Dinas Sosial yang setiap tahun melakukan pendataan terhadap warga miskin? Menurut Marni, selama tiga tahun dirinya tidak pernah didata ataupun didatangi oleh dinas.

“Tidak pernah,” ungkap Marni dengan raut wajah sedih sambil sesekali menyeka air matanya.

Marni hanya berharap, jika ada pihak yang peduli dengannya untuk mengobati penglihatannya, dia hanya menginginkan matanya kembali normal agar bisa bekerja seperti sediakala. bambang h