PALANGKA RAYA/tabengan.com – Sastiono Kesek SH dan Erikh Suangi SH, penasihat hukum Yansen Binti Cs, melaporkan hakim yang menangani kasus pembakaran 7 SD negeri dan 1 SMK di Palangka Raya ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA).
Selain ke dua lembaga peradilan tersebut, mereka juga melaporkan hakim ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman, Komnas HAM, dan Komisi III DPR.
Laporan diserahkan ke sejumlah pihak itu pada Rabu (4/4) lalu.
Selain menilai ada banyak kejanggalan dalam proses persidangan para terdakwa, pengacara Yansen dan kawan-kawan itu juga menilai hakim Rustyono SH, Avrit SH, dan Eko Susanto SH sangat bernafsu dan tendensius untuk menghukum para terdakwa.
Selain itu, kata Sastiono, hakim juga mengabaikan pernyataan para terdakwa yang telah mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik dan BAP rekonstruksi.
“Ini terlihat hampir selama 12 sidang yang telah digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, salah satunya pemeriksaan saksi kepala sekolah dan saksi penjaga sekolah saat,” kata Sastiono.
Begitu juga saat pemeriksaan saksi mahkota, yakni terdakwa yang bersaksi untuk terdakwa lainnya, menurut Sastiono, hakim terlihat tendensius dan tidak netral dengan memberikan pertanyaan menekan saksi mahkota untuk menjawab sesuai kehendak hakim.
Hal sama juga dilakukan hakim ketika penasihat hukum menghadirkan saksi meringankan, di mana hakim telah memberikan pernyataan yang mendahului putusan akhir yang bermakna para terdakwa nantinya akan dihukum oleh majelis hakim.
Dikatakan Sastion, semuanya pernyataan mereka ini dibuktikan dengan rekaman di persidangan dan telah mereka serahkan ke MA dan lainnya.
“Pada Pasal 5, 6 dan 8 Undang-Undang RI No 4 Tahun 2004, tentang Kekuasan Kehakiman dan Pasal 103 KUHAP disebutkan, pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan, pengadilan membantu pencari keadilan, setiap orang yagn disangka, ditangkap, dituntut dan/atau dihadapkan ke pengadilan wajib dianggaptidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan,” kata Sastiono.
Untuk itulah, ujar Sastiono, pihaknya memohon kepada ke KY, MA, LPSK, Ombudsman, Komnas HAM, dan Komisi III DPR RI, untuk memberi perlindungan dan pengawasan terhadap jalannya persidangan, agar saksi dan terdakwa dapat bebas memberikan keterangan tanpa tekanan. dor