PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID -Pulau Kalimantan merupakan salah satu habitat di dunia untuk lima jenis kucing liar. Namun, empat diantaranya terancam keberadaannya karena luasan habitat yang terus berkurang dan perburuan.
Keempat spesies tersebut, yakni kucing pesek (Prionailurus planiceps), kucing merah (Catopuma badia), kucing batu (Pardofelis marmorata), dan macan dahan (Neofelis diardi).
Selain keempat spesies tersebut, kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) juga hidup di Pulau Kalimantan yang memiliki status konservasi least concern (LC).
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah (Kalteng) Nur Patria mengatakan, berdasarkan data pada pemasangan kamera jebak yang mulai dilakukan sejak 10 tahun yang lalu, terdapat kucing liar yang tertangkap kamera jebak.
Dikatakan, kamera jebak dilakukan di berbagai tempat dan dipasang di permukaan tanah dan di kanopi hutan. Pemasangan kamera jebak pertama dilakukan di Taman Nasional Sebangau, kemudian di bentang alam Rungan yang merupakan hutan mosaik atau perpaduan hutan rawa gambut, hutan kerangas, dan hutan dipterokarpa dataran rendah.
Selanjutnya sebanyak 20 kamera jebak disebar di bentang alam hutan hujan dataran tinggi daerah Barito Hulu pada tahun 2021. Jenis kucing merah Kalimantan (Catopuma badia) terekam di bentang alam Rungan dan Barito Hulu.
“Hasil penelitian kamera jebak berfungsi untuk mengetahui keberadaan satwa liar, selain itu juga dapat membantu menganalisa kepadatan populasi suatu spesies, pola aktivitas, pola memangsa (predasi), kompetisi satwa hingga mengetahui kesesuaian habitat dengan bantuan analisa okupasi,” kata Nur Patria, Rabu (6/7/2022).
Dijelaskan, kucing merah merupakan satwa endemik Kalimantan yang masih menjadi tanda tanya. Hingga saat ini belum banyak publikasi mendalam mengenai spesies kucing liar dilindungi tersebut, baik dari segi perilaku, hingga persebaran dan kepadatan populasi. Kucing Merah (Catopuma badia), terbilang masih minim datanya karena area survei yang terbatas.
Namun dalam dua tahun terakhir, adanya informasi terkait kucing merah yang terjerat jebakan babi serta tertabrak pengendara sepeda motor di Kalteng, menjadi angin segar bagi pihaknya untuk memperdalam konservasi kucing merah tersebut.
Untuk itu, guna menghimpun data dari berbagai jenis kucing merah tersebut, bersama dengan Borneo Nature Foundation (BNF) Indonesia, pihaknya melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan konservasi kucing merah. “Beberapa waktu lalu, kami mengadakan kegiatan workshop tentang pengembangan strategi konservasi spesies kucing liar di Kalteng,” ungkapnya.
Workshop tersebut, kata dia, bertujuan untuk mempertemukan berbagai instansi atau lembaga, baik pemerintahan, swasta, universitas dan LSM, yang telah maupun sedang bekerja untuk kucing liar.
Dengan begitu, nantinya antar pihak dapat saling memberikan informasi terkait peluang kegiatan, baik riset maupun implementasi konservasi kucing liar dilindungi di Kalteng, mengumpulkan informasi awal keberadaan kucing liar di Kalteng, dapat memberikan penilaian terkait ancaman utama serta pengembangan strategi konservasi yang cocok untuk melindungi spesies kucing liar terancam punah di Kalteng.
“Nantinya juga kami akan menggelar kegiatan Working Group, untuk kembali saling menghimpun data terkait kucing merah tersebut,” tuturnya.
Dengan begitu, dirinya berharap kedepan dapat dibentuk upaya perlindungan untuk keberlangsungan hidup spesies kucing liar di Kalteng maupun di Indonesia. “Karena memang untuk informasi, baik terkait populasi, habitat dan juga keberadaan kucing merah ini sangat minim. Sehingga perlu adanya sinergitas antar seluruh elemen dalam memaksimalkan upaya konservasi kucing liar,” kata Nur Patria mengakhiri. ist