SAMPIT/TABENGAN.CO.ID-Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) di DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menilai perubahan status Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dari perusahaan daerah menjadi Perusahaan Umum Daerah, bukan hanya sekedar perubahan status pada pemenuhan kewajiban konstitusional semata.
Juru bicara fraksi Golkar Mariani mengatakan, perubahan status tersebut hendaknya dijadikan momentum untuk PDAM berbenah. Dengan membangun paradigma baru PDAM sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Untuk memenuhi tanggung jawab dalam menjamin pemenuhan hak rakyat atas akses air minum atau air bersih untuk kebutuhan pokok sehari-hari, mendorong pertumbuhan perekonomian, menggali dan meningkatkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujarnya pada penyampaian pandangan umum Fraksi-Fraksi DPRD Kotim tentang RAPBD murni tahun anggaran 2023 dan Ranperda Perusahaan Umum Daerah Air Minum Dharma Tirta Mentaya saat rapat paripurna DPRD Kotim, Senin (17/10/2022).
Disamping itu, lanjutnya, pada paradigma pelayanan PDAM sebagai Perumda nantinya dapat melakukan dipersifikasi usaha yang relevan dengan keberadaan PDAM sebagai Perumda. Dirinya mencontohkan seperti membuka usaha penyediaan air minum dalam kemasan, pelayanan pengiriman air tangki, pelayanan hydrant umum, pelayanan hydrant kebakaran, dan usaha lain yang tidak bertentangan dengan aturan.
Bahkan menurut Ketua Komisi III DPRD Kotim ini, usaha tersebut dapat dilakukan secara swakelola atau bekerjasama dengan pihak ketiga setelah mempertimbangkan kemampuan Perumda Air Minum dengan memperhatikan ketentuan tentunya.
Dengan demikian, lanjutnya, melalui paradigma baru nantinya akan dapat mengurangi ketergantungan Hibah anggaran atau penyertaan modal daerah dan dapat menekan tingkat kebocoran 20 persen.
“Mengingat PDAM Kotim dengan tingkat kebutuhan pelayanan yang sangat tinggi akan kebutuhan air bersih dan air minum dibandingkan daerah-daerah lainnya di Kalteng, harusnya menjadi modal untuk PDAM Kotim lebih kuat sebagai BUMD,” terangnya.
Catatan kedepan, katanya, seiring dengan transformasi PDAM menjadi Perumda, supaya dapat menghilangkan cara lama yang sering menjadi sorotan publik selama ini. Dimana pengelolaannya dirasa masih belum optimal. Antara lain terlihat dari pengelolaan yang masih terjebak dalam pola kerja birokrasi daripada sebagai perusahaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan, pelayanan yang diberikan belum maksimal, serta adanya praktek miss managemen yang mengarah pada inefisiensi dan kecurangan dalam pengelolaan.
“Ini yang perlu menjadi spirit dan sekaligus catatan dalam penyusunan Perda PDAM sebagai Perusahaan Umum Daerah ini nantinya,” pungkasnya. (C-May)