PT Asmin Bara Bronang Diminta Hentikan Aktivitas di Lahan Sengketa

TABENGAN/JIMMY KAHARAP
LAHAN SENGKETA- Aktivitas pengeboran dan pembuatan jalan koridor oleh PT Asmin Bara Bronang di lahan yang saat ini sedang bersengketa.

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID- Proses hukum sengketa lahan antara warga Dusun Mamput, Desa Baronang, Kecamatan Kapuas Tengah, Kapuas dan PT Asmin Bara Bronang (tergugat I) hingga kini masih berlangsung di Pengadilan Negeri Kuala Kapuas.

Habibie Hendra Carlo SH, kuasa hukum penggugat, meminta pihak perusahaan untuk menghentikan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi dalam bentuk apapun di tanah milik kliennya karena tanah yang masuk dalam sektor 8 tersebut masih dalam status quo.

“Dikarenakan proses persidangan masih berjalan,” kata Habibie, kepada Tabengan, Jumat (17/3).

Dikatakan dia, pada saat sidang lapangan yang dilaksanakan, Kamis (16/3) siang, pihaknya melihat ada aktivitas PT Asmin Bara Bronang melakukan pengeboran di lokasi lahan yang saat ini sedang menjadi sengketa dan berproses hukum di PN Kuala Kapuas.

Selain itu, kata dia, di lokasi tersebut juga telah ada dibuat jalan koridor oleh pihak perusahaan. Karena itu, pihaknya meminta agar segala aktivitas di atas lahan seluas 60,84 hektare yang bersengketa tersebut harus dihentikan.

“Kami meminta pihak perusahaan agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Habibie.

Digarap Sejak 2004

Sementara itu, Yuda, warga Dusun Mamput, selaku penggugat, mengatakan, bahwa lahan yang saat ini disengketakan tersebut merupakan lokasinya bekerja kayu sejak tahun 2004.
Sejak tahun 2009-2010, lanjut dia, warga Dusun Mamput membuka lahan di lokasi tersebut maupun di sekitarnya.

“Pada September 2010 saya mengurus legalitasnya, sehingga terbitlah surat pernyataan kepemilikan tanah (SPKT) seluas 70 hektare, untuk 8 nama,” jelas Yuda.

Kemudian, lanjut Yuda, pada 5 September 2010 pihak PT Asmin menginventaris lahan untuk kegiatan pertambangan. Lalu pada Desember 2011 dilakukan pengukuran oleh perusahaan yang ditandai dengan adanya garis poligon.

“Pada saat itu tanah tersebut masuk dalam areal tambang seluas 9,14 ha dan telah dibayar ganti ruginya oleh pihak perusahaan. Karenanya tanah tersebut saat ini tersisa 60,84 ha,” jelas Yuda.

Namun, terang Yuda, pada 2019 menurut tergugat justru terbit SPKT atas nama Kating yang disebut berbatasan dengan Maliadin. Tentu hal ini sangat membingungkan penggugat, sebab tiba-tiba muncul adanya SPKT ganda di lokasi tanah tersebut.

Karena itu, Yuda berharap dengan adanya proses hukum yang sedang berjalan di PN Kuala Kapuas, nantinya bisa mengembalikan hak penguasaan tanah kepada pemilik yang sebenarnya. jkh