PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palangka Raya Sigit K Yunianto menginginkan adanya regulasi khusus terkait minuman khas Dayak. Contohnya ‘Baram Tuak’ dan ‘Anding’, minuman hasil fermentasi yang dibuat suku Dayak.
Menurut politikus PDI Perjuangan ini, regulasi khusus terkait minuman tradisional khas Dayak mendesak dibuat, untuk melindungi sumber daya keragaman budaya dan kearifan lokal suku Dayak.
“Memang sudah ada regulasi yakni Perda Nomor 14/2006 tentang Pengendalian dan Pengawasan Peredaran Minuman Beralkohol, namun perda ini hanya mengatur minuman berlabel saja,” ungkap Sigit, Minggu (26/3).
Sejauh ini, lanjut Sigit, kalangan legislatif melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Palangka Raya telah mengusulkan ada pasal dalam Perda Nomor 14/2006, untuk mengatur minuman arak atau tuak yang diproduksi secara lokal. Sehingga dapat digunakan untuk acara ritual adat di wilayah setempat.
“Saat ini memang berproses, namun kedepan saya rasa perlu lebih dari itu, yakni ada regulasi khusus tentang tata kelola minuman fermentasi khas Dayak,” ujarnya.
Sigit mencontoh beberapa daerah di Indonesia, seperti Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT), kini mempunyai perda khusus minuman produk lokal. Sehingga ada pengaturan produksi, fermentasi, lingkup pendistribusian, penjualan/peredaran, hingga kontribusi bagi pendapatan daerah.
“Nah, Kota Palangka Raya mesti punya perda yang mengatur itu. Saya pikir ini merupakan salah satu upaya menjaga sumber daya keragaman budaya dan kearifan lokal. Masa sih hanya minuman berlabel saja yang ada pengaturannya. Apalagi itu produksi dari luar,” tukasnya.
Sekedar diketahui, tambah Sigit Baram Tuak maupun Anding, merupakan jenis minuman yang mengandung alkohol khas Dayak.
Bahkan dalam sejarah minuman ini sudah dibuat dan dikenal oleh suku Dayak sejak beratus-ratus tahun lamanya, diperuntukan acara ritual adat, maupun pemberian sesaji bagi roh leluhur.
“Minuman tradisional kita ini harus dijaga dan dilindungi sebagai warisan budaya, serta harus menjadi branding dari bentuk kearifan lokal suku Dayak. Karena itu perlu diatur melalui regulasi atau perda yang dapat menjadi payung hukum,” pungkasnya.yml