PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Bagi para penari di Kota Palangkaraya, tari itu lebih dari sekadar pertunjukkan. Tari juga sebuah cara penari menelisik kehidupan leluhur mereka. Pengetahuan itu terselip di lenggak-lenggok ragam tari.
Wisdariman memang dikenal sebagai petani oleh sebagian besar orang awam. Namun tidak demikian dengan beberapa muridnya.
Pria 67 tahun itu merupakan salah satu pendiri sanggar tertua dan pertama di Kota Palangka Raya, yakni Sanggar Manguntur Janang.
Wisdariman bercerita pada 42 tahun lalu, datang dari kampungnya di Kabupaten Barito Timur ke Palangka Raya. Lebih dari 350 kilometer ia lalui untuk mengejar mimpinya memiliki komunitas sanggar.
Wisdariman yakin betul jika tarian Dayak itu merupakan warisan leluhur. Diturunkan lewat berbagai momen ritual hingga acara adat.
Menurutnya tari adalah bagian dari ritual adat. Seperti tarian Balian Dadas yang terkenal karena bunyi gemerincing gelang.
Tarian ini dikenal, kata Wisdariman, sebagai tarian penyembuh penyakit. Hanya orang tertentu yang bisa menjalankan ritual itu. Ada lagi tarian Babukung yang dikenal saat upacara kematian, atau tari di masa panen, yang bisa dilihat saat pesta gawai di Kalimantan Barat dan banyak tarian lain.
Semua tarian itu, adalah tarian tradisional yang turun-temurun. Semuanya punya makna dan lekat dengan pengalaman leluhur sebagai pesan ke generasi berikutnya.
”Gerakan-gerakan tarian dalam ritual itu yang kemudian saat ini dipakai untuk dipentaskan. Gerakannya saja, tak semua syarat ritualnya juga ikut dipentaskan karena bisa datangkan tulah,” tutur Wisdariman.
Wisdariman sangat memahami pakem dasar beberapa tarian yang ia sebutkan. Pola gerak itu, menurut dia, tak boleh hilang dalam pertunjukan tari jika membawa embel-embel Dayak di belakangnya.
”Tapi, ya, bagaimana, dunia kan berubah. Menari ikut berubah di dalamnya,” kata Wisdariman.ist/rca