PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah menyebutkan, angka kematian bayi di Kalteng pada tahun 2023 mengalami penurunan dibanding tahun 2022.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng dr Suyuti Syamsul mengatakan, untuk indikator kinerja tahun 2022, Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup (KH) dengan target 7,10 dan realisasi 8,60. Untuk Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) dengan target 134 dan realisasinya 149.
“Untuk indikator kinerja tahun 2023, Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup (KH) dengan target 6,90 dan realisasi 6,00. Untuk Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) dengan target 131 dan realisasinya 211,” katanya kepada Tabengan, Rabu (10/1).
Ia mengungkapkan, jumlah kematian ibu di Kalteng pada tahun 2022 sebanyak 63 kasus yang tersebar di kabupaten/kota. Adapun penyebab kematian ibu pendarahan 32, gangguan hipertensi 9, infeksi 1, kelainan jantung dan pembuluh darah 2, gangguan cerebrovaskular 3, Covid-19 1, dan lain-lain sebanyak 15.
“Untuk tahun 2022 jumlah kematian bayi (0 hari-11 bulan) di Kalteng sebanyak 365 bayi yang disebabkan BBLR dan Prematuritas 125, asfiksia 130, tetanus neonatorum 3, infeksi 20, kelainan kongenital 31, kelainan cardiovascular dan respiratori 2, lain-lain 54,” paparnya.
Kemudian pada tahun 2022, angka kematian ibu dan bayi disebabkan tingginya mobilitas penduduk, ibu hamil yang memasuki masa persalinan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan tidak disertai rencana melahirkan yang baik.
“Rendahnya kunjungan ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan karena pembatasan akibat pandemi Covid-19. Banyak ibu hamil dan anak yang terkena Covid-19 dan meninggal akibat Covid-19.
Belum maksimalnya sistem rujukan karena tiga terlambat (mengambil keputusan, diagnosa dan tindakan),” katanya.
Ia mengungkapkan, pada tahun 2023, kematian bayi dan anak disebabkan masih banyak ibu hamil yang KEK (Kurang Energi Kronis) masih banyak ibu hamil yang anemia. Banyaknya terjadi pernikahan usia anak. Masih banyak terjadi persalinan di luar fasyankes, K6 untuk ibu hamil masih rendah (66,3%).
“Pada tahun 2022, untuk pemecahan masalah dalam menghadapi angka kematian ibu dan bayi yaitu dengan penguatan puskesmas dan jaringannya dilakukan dengan menyediakan paket pelayanan kesehatan reproduksi (kespro) esensial yang dapat menjangkau dan dijangkau oleh seluruh masyarakat, meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yaitu kesehatan ibu dan bayi baru lahir, KB, kespro remaja,” tuturnya.
Kemudian pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS dan mengintegrasikan pelayanan kespro dengan pelayanan kesehatan lainnya yaitu dengan program gizi, penyakit menular dan tidak menular.
Penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, mobile team.
“Pada tahun 2023, dengan penguatan sistem rujukan antar tingkat fasilitas layanan kesehatan penguatan nakes melalui pemberian beasiswa/tugas belajar bagi tenaga medis meningkatkan kemampuan/kompetensi nakes serta peralatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal,” pungkasnya. ldw