Terus Berusaha Menekan, Bupati Kaget Angka Stunting Tetap Meningkat

Halikinnor Bupati Kotim dan Wabup Irawati

*Katingan Fokus Penanganan 5 Sasaran

SAMPIT/TABENGAN.CO.IDBerdasarkan data prevalensi stunting yang terpapar, Kalimantan Tengah (Kalteng) secara umum telah berhasil menurunkan angka stunting pada 10 kabupaten. Namun, untuk 3 kabupaten dan 1 kota justru mengalami peningkatan angka stunting.

Kabupaten/kota se-Kalteng yang mengalami peningkatan angka stunting tahun 2022 ke 2023 adalah Kotawaringin Timur (Kotim) dari 27,90 menjadi 35,5 persen, Katingan dari  29,90 menjadi 34,0 persen, Sukamara dari 21,80 menjadi 29,1 persen dan Kota Palangka Raya dari 27,80 menjadi 28,0 persen.

Menanggapi masalah tersebut, Bupati Kotim Halikinnor menegaskan, pihaknya selama ini sudah berupaya menurunkan angka kasus stunting yang ada di daerahnya.

Menurutnya, beberapa program yang sudah rutin dilaksanakan seperti pemberian susu dan telur kepada anak-anak penderita stunting. Kemudian, memberdayakan Bunda PAUD yang ada di seluruh kecamatan agar turut bergerak mendata serta memberikan edukasi kepada para ibu hamil agar mencukupi asupan gizi untuk bayi yang ada dalam kandungan.

“Tadi saya minta Kadis Kesehatan dengan seluruh jajaran dirapatkan dulu langkah apa lagi yang akan kita ambil. Sehingga target kita penurunan hingga 14 persen itu dapat tercapai,” kata Halikinnor, Selasa (7/5).

Halikinnor mengaku terkejut karena Kotim dinyatakan angka kasus stunting meningkat. Sebab, kenyataan di lapangan berdasarkan laporan dari Kepala Dinas Kesehatan dan jajaran OPD lain yang menangani stunting, seharusnya dengan segala upaya yang dilakukan sebelumnya terjadi penurunan kasus bukan malah sebaliknya.

“Karena kan kita sudah melakukan gerebek stunting dan lainnya seharusnya ada penurunan ternyata tim pusat mengambil sampel pada titik yang paling banyak, mungkin itu yang menyebabkan persentasenya tinggi,” jelasnya.

Ia mengakui, menurunkan angka kasus tersebut tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Meskipun pihaknya rutin memberikan bantuan berupa susu dan telur, tidak serta merta keesokan harinya penderita stunting langsung bertambah tinggi badannya.

Namun, juga diperlukan kepedulian semua kalangan, terutama para orang tua dalam mendampingi memberikan asupan gizi yang optimal kepada anak itu sendiri.

“Di sini peran semua kalangan terutama para orang tua juga sangat penting. Untuk itu, kita berharap ke depan program-program yang sudah ada dan berjalan dapat berjalan optimal dan membuahkan hasil kepada para penderita stunting,” harapnya.

Katingan Fokus 5 Sasaran

Sementara penanganan stunting di Kabupaten Katingan tahun 2024, fokus pada 5 sasaran. Di antaranya, kepada para remaja dengan usia 14 tahun hingga 24 tahun, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan bayi di bawah lima tahun (Balita).

Demikian disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan, Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana (DPPAKB) Kabupaten Katingan dr Robertus MSi kepada sejumlah awak media, Senin (6/5).

Dijelaskan, penanganan stunting tersebut dibagi dalam dua bagian, intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik artinya penanganan kasus stunting, di mana balita yang terkena stunting wajib ditangani DPPAKB. Mulai dari penanganan gizinya.

Dalam penanganan gizi, bukan hanya memberikan penanganannya atau tindakannya saja, tapi juga memberikan edukasi kepada keluarganya. Edukasi kepada keluarganya bertujuan agar bisa memberikan makanan yang tinggi protein, bukan hanya daging, ikan dan telur saja, tapi juga masalah pola hidup bersih dan sehat.

“Contoh pola hidup bersih dan sehat, yaitu memiliki jamban sehat, makan dan minum harus menggunakan air bersih, lingkungan pun harus tertata bersih dan udara yang sehat dan membiasakan mencuci tangan sebelum makan dan minum,” ujarnya.

Dalam rangka penanganan stunting tersebut, bukan hanya menangani masalah gizi, melainkan juga lintas sektor. Intinya, semuanya bergerak mulai dari masalah lingkungan, masalah rumah atau tempat tinggalnya apakah layak huni atau tidak dan masalah prilaku hidup sehat.

Ia juga mengingatkan, stunting itu bukan hanya masalah kekurangan gizi, tetapi juga akibat penyakit kronis. Kenapa anak bisa menderita penyakit kronis? Penyebabnya karena pola hidup dan tempat tinggalnya tidak sehat. “Mungkin juga makan dan minumnya menggunakan air sungai yang agak kotor atau memang kurang layak untuk diminum,” jelasnya.

Sedangkan yang dimaksud pencegahan intervensi sensitif, menurutnya, yang terkait dengan pekerjaan, dimana dalam pekerjaan ini sasarannya adalah para remaja calon pengantin dan ibu yang sedang hamil. Utamanya para ibu hamil. Karena, fisik seorang ibu hamil harus benar-benar menjaga pola hidup sehat.

“Sehingga ketika melahirkan, bayi yang lahir nanti tidak mengalami stunting,” harap mantan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) ini.

Sebelumnya, Sekda Provinsi Kalteng H Nuryakin mengatakan, ini adalah kegiatan dalam rangka konvergensi stunting, kinerja pada sesi pertama. Melalui kegiatan ini diharapkan akan memberikan gambaran utuh terhadap bagaimana 8 aksi konvergensi yang dilakukan di Kalteng.

“Kita melihat memang sudah ada penurunan yang cukup signifikan, tetapi itu masih belum optimal. Sehingga pada hari ini kita lakukan, mudah-mudahan nanti  angka stunting di 4 pemerintah daerah tersebut juga turut mengalami penurunan,” katanya, Senin (6/5).

Berdasarkan data prevalensi stunting yang terpapar, Kalimantan Tengah (Kalteng) secara umum telah berhasil menurunkan angka stunting pada 10 kabupaten. Namun, untuk 3 kabupaten dan 1 kota justru mengalami peningkatan angka stunting.

Kabupaten/kota se-Kalteng yang mengalami peningkatan angka stunting tahun 2022 ke 2023 adalah Kotawaringin Timur dari 27,90 menjadi 35,5 persen, Katingan dari  29,90 menjadi 34,0 persen, Sukamara dari 21,80 menjadi 29,1 persen dan Kota Palangka Raya dari 27,80 menjadi 28,0 persen. Dan Sukamara, Katingan, dan Kota Palangka Raya,” tegasnya.

Dan data stunting 10 kabupaten yang mengalami penurunan pada tahun 2023, Kotawaringin Barat 17,9 persen, Kapuas 16,2 persen, Barito Selatan 23,9 persen, Barito Utara 15,3 persen, Seruyan 25,8 persen, Lamandau 13,2 persen, Gunung Mas 12,9 persen, Pulang Pisau 24,0 persen, Murung Raya 21,0 persen, dan Barito Timur 21,7 persen. c-may/c-dar/ldw