*Inspektorat Palangka Raya Akui Keterbatasan Pengawasan
*IGI Sebut Dana BOS Seksi, Rentan Diselewengkan
PALANGKA RAYA/TABENGAN – Rawannya penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Kalimantan Tengah (Kalteng), cukup menyita perhatian. Pasalnya, dana yang dikucurkan pemerintah pusat dalam rangka mendukung peningkatan sumber daya manusia (SDM) masyarakat di Bumi Tambun Bungai itu, ternyata sangat rawan diselewengkan.
Bahkan, jajaran Inspektorat Kalteng mengakui, pada 2023 lalu telah memeriksa 23 sekolah dan mencatat 102 temuan. Sementara, Inspektorat Kota Palangka Raya mengakui ada keterbatasan pengawasan, sedangkan Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kalteng menyebut anggaran BOS seksi dan rentas diselewengkan.
Kepala Inspektorat Kalteng Saring saat dibincangi Tabengan, Kamis (6/6), mengatakan, selama 2023 ada 23 sekolah yang menjadi uji petik pemeriksaan dana BOS di tingkat Provinsi Kalteng.
“Jumlah sekolah (SMA/SMK/SLB) yang menjadi uji petik pemeriksaan dana BOS tahun 2023 ada 23 sekolah. Temuannya menyangkut administrasi pengelolaan dana BOS ada 102 dan sudah ditindaklanjuti 81,” beber Saring.
Ia mengatakan, hal tersebut menjadi perhatian, dalam pengelolaan dana BOS agar tetap memperhatikan aturan yang berlaku mulai dari perencanaan sampai penggunaannya.
“Ini hasil survei dari KPK tahun kemarin kepada satuan pendidikan di seluruh Indonesia, termasuk Kalteng dan respondennya secara acak mulai SD, SMP, SMA/SMK dan Perguruan Tinggi secara global seluruh indonesia,” terangnya.
Saring mengungkapkan, tujuan Survei Penilaian Integritas (SPI) bidang pendidikan untuk memetakan atau memotret integritas pendidikan di setiap jenjang. Kemudian memberikan rekomendasi perbaikan.
Ia juga mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima rekomendasi hasil SPI dari KPK. “Terkait pengawasan secara berjenjang, tentunya dilakukan pengawasan oleh masing-masing kabupaten/kota sesuai kewenangannya dan juga provinsi,” katanya.
“Untuk data terkait dana BOS yang disalurkan ada di dinas yang bersangkutan kabupaten/kota dan provinsi,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Inspektorat Kota Palangka Raya Hambali melalui Plt Inspektur Pembantu IV Sugandie menyampaikan, dalam sistem pengawasan di satuan pendidikan, mengacu pada LKPD, Inspektorat melakukan pengawasan setiap tahun, umumnya pada sekolah-sekolah yang sesuai dengan hasil risk register.
“Namun pengawasan ini tidak bisa kita lakukan kepada seluruh sekolah, hanya beberapa persen yang bisa. Karena untuk satuan pendidikan di Palangka Raya seperti SD yang berjumlah kurang lebih 118, dan SMP sekitar 30-an. Umumnya sekolah-sekolah berisiko tinggilah yang kita awasi, sesuai dengan hasil risk register kita,” kata Sugandie ketika dibincangi di kantor Inspektorat, Kamis (6/6).
Dijelaskan, tipe-tipe berisiko tinggi tersebut didasari pada risk register, seperti mungkin sekolah-sekolah dari jumlah dananya. Semakin besar dana yang diterima, maka tentu memiliki risiko yang semakin tinggi. Kemudian, bagaimana kondisi dari sekolah tersebut, masukan-masukan masyarakat sekitar dan lainnya.
Dikatakan, laporan pertanggungjawaban dana BOS langsung disampaikan pihak sekolah melalui aplikasi dan juga dinas terkait. Sementara Inspektorat hanya melaksanakan pengawasan di awal tahun, dengan memotret hasil dari tahun sebelumnya. Apakah sudah benar sesuai dengan pelaporan yang ada, secara pertanggungjawabannya penggunaan, apakah sudah mengacu sesuai dengan juknis dana BOS.
“Jika ada kekeliruan dalam pelaporannya, selama itu masih bisa diperbaiki, maka direkomendasikan untuk diperbaiki. Namun, jika itu sifatnya sudah tidak bisa, maka kami meminta untuk melakukan pengembalian ke kas negara,” lanjutnya.
Dijelaskan, ada beberapa yang melaksanakan pengembalian, namun itu tidak seberapa, tetapi bisa cukup membuat perhatian kepada para satuan pendidikan ini agar bisa lebih teliti lagi kedepan. Intinya, kebanyakan yang didapati pihaknya adalah hanya pada kesalahan-kesalahan administratif.
“Kita memahami karena guru-guru ini, di samping dia mengajar dia juga menjadi bendahara ya, kebanyakan. Jadi otomatis, kemampuan mereka dalam mengelola juga sambil-sambil belajar. Tetapi kita selalu sampaikan, kepada mereka untuk tolong perhatikan juknis dana BOS dahulu. Bahkan kami juga sangat terbuka jika ada hal-hal yang ingin dikonsultasikan. Di Inspektorat juga kami memiliki Klinik APBD,” tambahnya.
Klinik APBD tersebut adalah fasilitas yang memberikan penjelasan serta sarana berkonsultasi sebagaimana harusnya dana-dana yang disalurkan itu dipergunakan. Melalui klinik ini pula, tidak hanya terbuka pada konsultasi perihal satuan pendidikan saja, namun seluruh satuan SKPD yang ada di Kota Palangka Raya.
Terkait pemberitaan hangat mengenai rilis KPK yang baru-baru ini diterbitkan, Inspektorat menjadikannya sebagai acuan untuk melakukan perbaikan, serta berkomitmen meningkatkan pengawasan sesuai dengan tupoksi yang ada pada mereka. Namun tetap pada prinsipnya, Inspektorat terus melakukan pengawasan sesuai dengan tupoksi, terutama pada sekolah-sekolah yang menerima penyaluran dana BOS.
IGI Kalteng
Rapor merah yang diberikan KPK dalam pembangunan pendidikan Kalteng itu juga mendapat perhatian serius dari Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kalteng Aprianto Liun Ladju. Praktisi pendidikan ini juga memberikan beberapa catatan terkait permasalahan tersebut.
“Kenapa Kalteng bisa masuk tiga besar dalam penyelewengan dana BOS, ini perlu evaluasi bersama, khususnya bagi pihak-pihak yang bergerak pada dunia pendidikan,” kata Aprianto, yang juga dosen di Universitas Palangka Raya (UPR), Kamis (6/6).
Dalam perspektifnya, pengawasan yang lebih intens perlu dilakukan pihak Dinas Pendidikan, Pengawas Sekolah maupun Inspektorat Daerah. Pengawasan yang ketat adalah kunci utama untuk mencegah penyalahgunaan dana BOS. Dana BOS harus benar-benar bisa dipertanggungjawabkan dengan baik.
Sayangnya, pengawasan dan pengelolaan dana BOS di internal sekolah tidak berjalan maksimal karena kurangnya tenaga administrasi. Beban berat dipikul kepala sekolah dalam hal pengelolaan dana BOS. Kondisi ini diakui Aprianto sebagai masalah klasik yang terus mengganggu dunia pendidikan di Kalteng.
“Dalam dunia pendidikan Kalteng, kepala sekolah merangkap kerja, dia memimpin sekolah, mengajar, mengurus administrasi, dia juga yang bikin pelaporan dana BOS, ini harus jadi evaluasi, hal ini terjadi karena kurangnya tenaga administrasi,” jelasnya.
Menurut dia, perlu adanya tenaga pegawai administrasi yang didistribusikan secara merata kepada seluruh sekolah. Hal ini sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan dana BOS. Menurutnya, sudah seyogianya tugas guru hanya mengajar, tidak perlu dibebankan dengan tugas-tugas administratif.
Selain kurangnya pamahaman SDM tentang pengelolaan dana BOS, masalah itu juga ditambah kurangnya tenaga administrasi yang khusus menjalankan tugas pengelolaan dana BOS.
“Di sisi lain, SDM yang ada saat ini untuk mengelola dana ini juga kurang memahami fungsi dan pertanggungjawaban dana BOS. Ditambah lagi, pengawasan atas penyaluran dana BOS dari sekolah juga kurang ketat, sehingga dana BOS ini menjadi rawan diselewengkan,” tegasnya.
Ia berujar, dana BOS menjadi seksi untuk diselewengkan, karena rutin dikucurkan ke sekolah. Hal itu terjadi juga karena masih lemahnya pengawasan.
“Pengawasannya belum dilakukan secara ketat, pembinaan kepegawaian untuk mengelola dana ini juga kurang. Kenapa pengawasannya jadi kurang? Mungkin karena dana ini rutin dikucurkan, sehingga pihak sekolah terlena, lalu tidak melakukan pengawasan secara berjenjang,” ujarnya.
Ia juga menyarankan, Dinas Pendidikan melaksanakan rapat koordinasi guna melakukan evaluasi secara menyeluruh, dan menginventarisasi berbagai persoalan mengapa masalah ini bisa terjadi. Menurutnya, dorongan internal juga diperlukan untuk memperbaiki manajemen dana BOS ini.
“Perlunya penyediaan tenaga administrasi pendidikan yang merata di semua tingkatan, jangan lagi kepala sekolah dan guru yang merangkap menjadi tenaga administrasi,” harapnya.
Persoalan ini menjadi problem banyak pihak yang bergerak di dunia pendidikan. Masalah ini bisa datang dari pihak sekolah, entah itu kepala sekolah, pihak terkait di lingkungan sekolah, bahkan Dinas Pendidikan sendiri.
“Artinya, dengan kasus ini membuka mata kita untuk mengevaluasi dunia pendidikan, kami dari perguruan tinggi membuka diri untuk melakukan penguatan dan pembinaan kepada pihak sekolah agar mampu mengelola dana ini dengan baik, dunia pendidikan kita perlu berbenah,” ujarnya.
“Semoga KPK dan aparat terkait lainnya bisa terlebih dulu melakukan pembinaan kepada pihak sekolah, agar penyelewengan dana BOS ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, hasil SPI pendidikan 2023 yang dirilis KPK RI, Kamis (30/5) menyoroti masalah serius di Kalteng. Menurut survei tersebut, Kalteng menempati posisi pertama tingkat penyalahgunaan dana BOS, bersama Papua dan Sumatera Utara (Sumut).
KPK mengungkapkan, penggunaan dana BOS di Kalteng tidak sesuai dengan peruntukannya, dengan lebih dari 8 persen penggunaan dana terjaring dalam kasus pemerasan, potongan, dan pungutan. Selain itu, praktik nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa mencapai 20,52 persen, sementara penggelembungan biaya mencapai angka yang mencengangkan, yaitu 30,83 persen.
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menjelaskan, survei itu melibatkan 82.282 responden dari berbagai kalangan, termasuk siswa, mahasiswa, wali murid, guru, dosen, kepala sekolah, dan rektor. Hasil temuan tersebut digunakan untuk menentukan angka Indeks Integritas Pendidikan 2023, yang menunjukkan integritas pendidikan masih berada di level 2 atau korektif, dengan angka 73,70. ldw/rba/jef