PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Praktisi Hukum Ade Putrawibawa yang juga Sekretaris Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) DPC Palangka Raya menanggapi adanya isu negatif terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menyebabkan timbulnya kekhawatiran orang tua atau wali siswa.
Ade menyebut entah kenapa urutan zonasi sekolah bisa digeser setelah calon siswa mendaftar. Sehingga berembus isu adanya sejumlah wali calon siswa yang membayar jutaan rupiah agar anaknya tidak tergeser keluar dari list atau daftar siswa baru di sekolah tertentu.
“Harus ada pengawasan dan transparansi dari instansi terkait terhadap PPDB karena hal tersebut berpotensi terjadinya dugaan pungutan liar oleh oknum yang mungkin saja meminta sejumlah uang kepada orang tua atau wali siswa agar anaknya bisa masuk kedalam daftar zonasi sekolah yang didamba-dambakan,” kata Ade.
Dia mengatakan, larangan sekolah melakukan pungutan berkaitan dengan penyelenggaraan penerimaan siswa baru telah diatur secara tegas dalam ketentuan perundang-undangan. Di antaranya Pasal 52 Huruf (h) PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Pasal 1 B1 Huruf (d) PP Nomor 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 27 Permendikbud Nomor 1/2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Pasal 9 Ayat (1) Permendikbud Nomor 44/2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.
Atas isu negatif tersebut, Ade menyarankan agar kepala daerah melalui instansi terkait mengevaluasi secara meyeluruh pelaksanaan penerimaan siswa baru tahun 2024/2025 serta memberikan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan kepada para pihak atau oknum yang terbukti melakukan pelanggaran dan/atau pungutan kepada peserta didik pada satuan pendidikan dasar.
Tak hanya itu, diharapkan instansi terkait agar mengevaluasi panitia pelaksana PPDB tahun 2024/2025.
“Menghentikan segala bentuk keterlibatan pihak sekolah/komite sekolah/koperasi sekolah dalam pengadaan dan/atau penjualan atribut peserta didik baru, memastikan modal pembayaran, bisa dilakukan secara kontan sesuai jumlah keseluruan nilai barang maupun melalui sistem cicil atau angsuran. Kemudian atribut itu di ambil di masing-masing sekolah”, tegas Ade.
Selain itu, membangun sistem pengelolaan pengaduan pelayanan pendidikan termasuk pengaduan terkait pungutan di satuan pendidikan yang responsif dan mudah di akses. Ade juga menyampaikan apabila ditemukan temuan pungli agar orang tua/wali siswa tidak takut untuk melaporkan hal tersebut agar dapat ditindaklanjuti ke pihak penegak hukum melalui tim Saber Pungli.
Terkait adanya permintaan sumbangan dengan besaran jumlah tertentu oleh sekolah kepada peserta PPDB dengan alasan sudah disepakati oleh Komite Sekolah, juga menjadi sorotan Ade.
“Selama sumbangan tersebut sudah disepakati secara bersama oleh pihak sekolah, komite sekolah dan para orang tua atau wali siswa serta adanya payung hukum yang jelas maka hal tersebut tidak termasuk dalam kategori pungli,” katanya.
Namun, Ade juga mengingatkan bahwa sumbangan berarti tidak ditentukan besaran nominalnya, mengingat sifatnya yang sukarela.
“Jika pihak sekolah mewajibkan suatu sumbangan dengan menetapkan nilai nominal maka hal tersebut dapat disebut pungli,” pungkas Ade. dre