Hukrim  

Suap Perizinan Ujung Pangkal Tambang Ilegal

Parlin B Hutabarat

+Kabid Humas Polda: Pemeriksaan PT Mitra Tala Tengah Berproses

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Mekarnya kasus perizinan pertambangan  PT Mitra Tala yang beroperasi di Barito Timur dari kasus perizinan kehutanan hingga mengarah ke dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), menyita perhatian pengamat hukum Kalimantan Tengah.

Dalam rilis penegakan hukum lanjutan yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Kalteng, penyidik menemukan fakta pelanggaran lain yang dilakukan PT Mitra Tala. Yakni PT Mitra Tala memperoleh surat rekomendasi persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan operasi produksi batu bara dan sarana penunjangnya yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Provinsi Kalteng yang tidak teregistrasi dalam buku perizinan resmi.

Penyidik menemukan penerbitan perizinan terminal khusus atas nama PT Mitra Tala yang tidak sesuai prosedur, dimana areal terminal khusus dimaksud masuk dalam areal Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) yang belum memiliki perizinan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Menteri.

Praktisi hukum Kalteng Parlin B Hutabarat mengatakan, dari fakta-fakta tersebut kuat dugaan adanya suap perizinan penggunaan kawasan di kasus PT Mitra Tala.

“Kuat dugaan ada janji atau suap perizinan dalam hal ini penggunaan kawasan yang dapat dijadikan areal tambang oleh perusahaan sesuai dengan wewenang dari pemerintah daerah. Perusahaan tidak akan beroperasi jika tidak mengantongi izin,” katanya, Rabu (3/7).

Ia menjelaskan, Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 sebagai undang-undang baru mengambil alih kewenangan izin dari pemerintah daerah.

Dalam Pasal 35 (1) UU Minerba baru itu, disebutkan bahwa usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

“Perizinan memang sekarang dari pusat, khusus komoditas batu bara. Namun wewenang memberikan rekomendasi areal wilayah tambang berasal dari pemerintah daerah yakni dinas terkait,” jelasnya.

Parlin menegaskan, fakta dan realitas di lapangan, mafia pertambangan tidak akan ada jika tidak ada dukungan dari pemerintah sebagai pemegang regulasi. Jika kewenangan regulasi sudah tidak benar, maka indikasi suap akan kuat dan rentan terjadi.

“Suap perizinan ini ujung pangkal terjadinya pertambangan ilegal, kerusakan lingkungan, dan kerusakan alam. Suap perizinan ini menjadikan wilayah yang sebenarnya tidak layak menjadi wilayah tambang karena tidak mengkaji dengan benar,” tegasnya.

Ia pun mendorong agar penyidik Ditreskrimsus selain memeriksa dan menyidik di daerah juga dapat mencocokkan data atau dokumen pertambangan di Kementerian SDM sehingga ada kesesuaian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini dilakukan agar penyidikan dan penegakan hukum dapat tuntas.

Kepolisian dapat mengambil contoh kasus dari tambang Nikel Gang ditangani Kejagung beberapa waktu lalu. Dimana menghitung seluruh kerugian negara yang hilang.

“Semua pihak harus diusut, baik pihak swasta dan pemerintah daerah, khususnya dinas terkait,” pungkasnya.

Sementara itu Kapolda Kalteng Irjen Pol Djoko Poerwanto melalui Kabid Humas Kombes Pol Erlan Munaji memastikan penyidikan terkait dugaan Tipikor perizinan PT Mitra Tala sedang berproses.

Penyidik Ditreskrimsus Polda Kalimantan Tengah masih melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap saksi-saksi terhadap temuan pelanggaran baru tersebut.

“Masih dalam proses penyidikan, dan kini sedang berproses. Kita sama-sama menunggu hasil dari penyidik atas kasus tersebut,” ujarnya.fwa