SAMPIT/TABENGAN.CO.ID -Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) yakin sektor perkebunan mampu membantu mengurangi secara signifikan pengangguran di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) melalui sinergisitas dengan Pemerintah Daerah setempat.
“Peluang kerja di sektor perkebunan sangat terbuka lebar, sayangnya masyarakat kita kurang berminat. Makanya akhirnya perusahaan-perusahaan perkebunan terpaksa mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah,” kata Ketua GPPI Kabupaten Kotawaringin Timur, Katingan dan Seruyan, Siswanto Minggu (7/7/2024).
Hal itu disampaikan Siswanto saat menjadi narasumber diskusi di ajang Kotim Job Fair 2024 di Citimall Sampit.
Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kotim tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kotim pada 2023 sebesar 4,77 persen yakni 10.124 jiwa. Meskipun menurun dari tahun 2022, namun persentase itu masih lebih tinggi dari angka Kalimantan Tengah yakni 4,10 persen.
Kondisi ini dinilai ironis karena di sisi lain sektor perkebunan sering kesulitan mendapatkan tenaga kerja, bahkan harus mendatangkan dari luar daerah. Padahal tidak jarang perusahaan harus dirugikan karena malah mendapat pekerja “fiktif” yakni mereka yang sudah dibiayai transportasi dan diberi uang tinggal,kemudian pekerja tersebut malah kembali ke daerahnya.
Siswanto mengakui, lowongan kerja terbanyak biasanya pada posisi pekerja lapangan, seperti bagian pemanenan, perawatan dan lainnya. Namun dia meyakinkan bahwa posisi ini juga mempunyai peluang pengembangan karier.
“Mereka juga akan dinilai prestasinya. Sudah banyak dari mereka yang kemudian mampu masuk mendapatkan posisi di jajaran manajemen, bahkan ada yang menjadi general manager. Bahkan kalau mereka dari pemanen ini punya kelebihan karena mereka sudah merasakan dan tahu betul kondisi di lapangan,” kata Siswanto.
Soal penghasilan, Siswanto meyakinkan bahwa pendapatan yang diperoleh pekerja lapangan lumayan bagus. Jika dibanding Upah Menengah Kabupaten (UMK) Kotawaringin Timur sebesar Rp3.341.890 per bulan, pekerja perkebunan kelapa sawit justru bisa mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar.
“Karena kerja pemanen ini mereka ambil dengan sistem borongan, maka hasilnya bisa sampai Rp7 juta bahkan Rp10 juta. Ini fakta bahwa di kebun sangat banyak pekerjaan yang menjanjikan,” terang Siswanto.
Dia meluruskan stigma bahwa pekerja perkebunan seolah berbeda dengan kelompok profesi lainnya sehingga sering ada istilah sebutan “orang kebun” atau “anak kebun”. Dia menegaskan bahwa di sektor perkebunan sama seperti sektor lainnya terdapat beragam posisi seperti pekerja lapangan, staf, manajemen dan lainnya.
Siswanto yang juga Ketua Apindo Kotim menilai, masih minimnya informasi yang didapat masyarakat tentang gambaran dan peluang kerja di perkebunan, menjadi salah satu penyebab masih rendahnya minat masyarakat di daerah ini mengambil kesempatan bekerja di perkebunan.
Oleh karena itu GPPI mengapresiasi digelarnya Kotim Job Fair 2024. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan membuka wawasan masyarakat tentang peluang kerja di sektor perkebunan sehingga semakin banyak orang yang berminat bekerja di perusahaan perkebunan.
Saat ini GPPI memiliki anggota sebanyak 78 perusahaan. Dari jumlah tersebut, 54 perusahaan merupakan perkebunan kelapa sawit, sedangkan sisanya adalah perusahaan perkebunan karet, rotan dan lainnya.
Siswanto yakin, dengan besarnya kebutuhan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan tersebut, GPPI mampu berkontribusi signifikan dalam membantu pemerintah daerah mengentaskan pengangguran. Ini juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.
“Mudah-mudahan semakin banyak masyarakat kita yang tahu dan tertarik bekerja di kebun. Mudah-mudahan angka pengangguran 4,77 persen itu akan hilang kalau mereka mau bergabung dengan kami di perkebunan,” tuturnya.
Sementara itu Kepala Disnakertrans Kotim Johny Tangkere mengatakan, sekitar 95 persen peserta kegiatan ini merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Ada 1.907 lowongan kerja yang dibuka pada Kotim Job Fair 2024 ini.
Johny menduga, minimnya informasi terkait lowongan kerja, menjadi salah satu penyebab masih banyaknya warga yang belum mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu pihaknya menggelar Kotim Job Fair sebagai sarana informasi dan saluran bagi pencari kerja.
“Makanya Job Fair ini kita mempertemukan antara pencari kerja dengan pemberi kerja dengan harapan terjadi perikatan kerja sehingga mereka bisa langsung bekerja,” ujar Johny.
Ditambahkan Johny, selama ini tidak sedikit warga yang dimanjakan oleh alam dalam mendapatkan hasil sehingga kurang tertarik dengan pekerjaan yang memerlukan tenaga seperti di perkebunan.
Dia berharap ada perubahan pola pikir masyarakat tentang pekerjaan di sektor perkebunan, apalagi kini mencari pekerjaan di sektor lain juga semakin terbatas. (MS)