SAMPIT/TABENGAN.CO.ID– Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) mengadakan Festival Bubur Asyura yang digelar di Taman Kota Sampit, Minggu (21/7). Kegiatan tersebut dihadiri Wakil Bupati Kotim Irawati, Ketua PKK Kotim Khairiyah Halikinnor, dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kotim Bima Ekawardhana.
Acara dilaksanakan secara bersama-sama dari tiga kecamatan yang biasa menggelar kegiatan bubur Asyura. Tiga kecamatan tersebut, yakni Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kecamatan Baamang dan Kecamatan Seranau.
Warga yang berasal dari majelis taklim, organisasi wanita, perwakilan masjid dan musala secara bersama-sama membuat dan mengaduk bubur Asyura dan langsung membagikannya kepada warga yang hadir di lokasi tersebut.
Dikatakan Wakil Bupati Kotim Irawati, kegiatan ini dilaksanakan setiap tiba 10 Muharram atau Hari Asyura. Beberapa tahun lalu, kegiatan hanya digelar di masing-masing kecamatan, namun sudah 2 tahun terakhir ini kegiatan sudah dikemas menjadi satu dan digelar di satu tempat.
“Saat ini ada sekitar 10 ribu cup bubur Asyura yang dibagikan, semoga ini bermanfaat dan menjadi berkah bagi kita semua,” ujarnya.
Bubur Asyura sendiri berbahan dasar nasi yang dibuat menjadi bubur, namun yang berbeda dari bubur ayam biasa bubur ini menggunakan bumbu dan bahan sayuran yang terdiri dari 41 macam. Kekayaan rempah yang disematkan pada bubur inilah yang menuaikan cita rasa khusus pada bubur Asyura.
Selain itu, tambahan pelengkap seperti bawang goreng, abon, kerupuk ikan serta telur asin menambah kelezatan bubur Asyura yang hanya bisa dinikmati setahun sekali ini. Bahkan, menurutnya, untuk pembuatan kali ini warga juga mencampur beberapa sayuran lokal seperti pucuk daun kelakai dan daun kremot.
Dilanjutkannya, bubur Asyura yang dihidangkan dan menjadi makanan khas di hari ke-10 bulan Muharram ini memiliki makna mendalam dan merupakan bentuk pengungkapan rasa syukur manusia atas keselamatan yang diberikan Allah SWT.
Bubur Asyura memiliki makna terkait nilai sosial. Sebab pembuatan bubur Asyura melibatkan banyak orang. Di samping itu, juga mengandung nilai budaya. Sebab makanan tradisional bubur asyura ini menjadi salah satu sarana upacara keagamaan yang telah dilakukan secara turun temurun.
Tradisi memasak bubur asyura dilakukan umat Muslim di berbagai wilayah Indonesia, tak terkecuali di wilayah Kabupaten Kotim. Bubur Asyura pun membudaya dan menjadi simbol kebersamaan, kegotongroyongan, dan solidaritas.
“Upaya yang dilakukan ini hendaknya tidak berhenti sampai di sini. Sehingga dapat memberikan dampak bagi perkembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di Kabupaten Kotim. Karena di samping resep dan bahan yang mungkin berbeda di setiap daerah, proses pembuatannya yang melibatkan banyak orang, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, dengan cara memasak yang unik, menjadi daya tarik tersendiri,” terangnya. c-may