BUDAYA  

Bakesah Lewu Itah, Jaga Budaya dan Pangan Lokal Dayak

TABENGAN/RAHUL JAGA BUDAYA-Peserta bersama panitia dan pegiat budaya foto bersama usai tampil dalam pagelaran Bakesah Lewu Itah, di UPT Taman Budaya Palangka Raya, Minggu (1/9) malam. Bakesah Lewu Itah, Jaga Budaya dan Pangan Lokal Dayak PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID - Pangan lokal merupakan masa depan umat manusia di tengah menguatnya krisis iklim. Pangan lokal menjadi andalan karena mampu bertahan. Tanpa komitmen menjaganya, budaya pangan lokal bisa saja akan hilang. Lembaga Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Kalimantan turut berupaya menjaga budaya pangan lokal Dayak melalui pagelaran budaya Bakesah Lewu Itah atau bercerita tentang kampung kita, khususnya kampung Dayak yang menjadi puncak rangkaian kegiatan di bawah tema besar “Pangan Lokal Dayak”. “Pangan lokal merupakan masa depan umat manusia, di tengah menguatnya krisis iklim. Tanpa komitmen menjaganya, budaya pangan lokal bisa hilang. Salah satunya adalah lewat ‘bercerita’ atau dalam bahasa Dayak Ngaju disebut bakesah,” kata Direktur JPIC Kalimantan Sani Lake, di Palangka Raya, Minggu (1/9) malam. Dikatakan, JPIC Kalimantan kedua kalinya mendapatkan kesempatan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk menggelar kegiatan berbasis budaya. Sebelumnya, kegiatan serupa pernah dilakukan dengan tema Lewu Dayak yang berarti kampung Dayak. Pihaknya juga bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Lembaga Dayak Voices dan Komunitas Hitam Putih Borneo. Ia menyebut, rangkaian acara itu merupakan bentuk upaya bersama, bukan hanya JPIC, tetapi semua masyarakat Dayak di Kalteng untuk bercerita tentang dirinya, tentang kampungnya, lewat pangan lokal. “Upaya ini merupakan komitmen kami menjaga budaya pangan lokal yang kian tergerus,” tuturnya. Kegiatan itu diharapkan ada transfer pengetahuan terkait budaya pangan lokal dari generasi ke generasi, pengetahuan lokal itulah yang ingin dijaga. Pangan lokal, ujarnya, ujung tombak cita-cita diversifikasi pangan, yang akan menurunkan ketergantungan orang Indonesia pada beras dan pertanian monokultur. “Saat beras sedang ditantang habis-habisan oleh krisis atau perubahan iklim, kita bisa mengganti fungsi karbohidratnya dengan berbagai jenis pangan lokal,” ungkapnya. Melalui berbagai program, pihaknya ingin menunjukkan dengan pertanian ramah lingkungan, seperti family farm di pekarangan rumah dan memanfaatkan kebun-kebun di sekitar rumah, pangan lokal bisa bertahan bahkan menguntungkan. Hal itu dipertegas dalam kegiatan kunjungan komunitas di daerah datang ke Anthony Farm, kebun contoh olahan JPIC Kalimantan di Kalampangan, Kota Palangka Raya dan kebun pekarangan Gupon Joan di Kecipir, Kota Palangka Raya. Peladang asal Barito Timur (Bartim), Sinsei (60) mengungkapkan rasa optimisnya usai melihat kebun JPIC Kalimantan dengan nama Anthony Farm di Kalampangan. “Ternyata banyak tanaman dari berbagai wilayah yang bisa tumbuh di sini dan punya banyak manfaat, ya minimal buat sayur. Makanya saya senang betul, apalagi dapat bibit pangan lokal gratis,” kata Sinsei. Ketua Panitia Bakesah Lewu Itah Oktavianus Wahyu Tri Utomo mengatakan, rangkaian acara ini dibagi dalam tiga bagian. Pertama, dilaksanakan Maret 2024, kegiatan peningkatan kapasitas yang diikuti setidaknya 40 orang, digelar di Palangka Raya. Acara kedua, kompetisi bercerita lewat berbagai media. Ada tiga kategori dalam kompetisi itu, kompetisi menulis, fotografi dan videografi. Kompetisi itu diikuti, setidaknya 111 peserta yang berasal dari 13 kabupaten dan satu kota di Kalimantan Tengah (Kalteng). Pihaknya memberikan kesempatan kepada warga Kalteng untuk menceritakan tentang pangan lokal, khususnya pangan lokal Dayak yang ada di rumah atau di kampungnya. “Dan ternyata mereka antusias, peserta banyak dengan JAGA BUDAYA-Peserta bersama panitia dan pegiat budaya foto bersama usai tampil dalam pagelaran Bakesah Lewu Itah, di UPT Taman Budaya Palangka Raya, Minggu (1/9) malam. TABENGAN/RAHULberagam cerita, termasuk bentuk visual,” kata Okta. rmp

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Pangan lokal merupakan masa depan umat manusia di tengah menguatnya krisis iklim. Pangan lokal menjadi andalan karena mampu  bertahan. Tanpa komitmen menjaganya, budaya pangan lokal bisa saja akan hilang.

Lembaga Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Kalimantan turut berupaya menjaga budaya pangan lokal Dayak melalui pagelaran budaya Bakesah Lewu Itah atau bercerita tentang kampung kita, khususnya kampung Dayak yang menjadi puncak rangkaian kegiatan di bawah tema besar “Pangan Lokal Dayak”.

“Pangan lokal merupakan masa depan umat manusia, di tengah menguatnya krisis iklim. Tanpa komitmen menjaganya, budaya pangan lokal bisa hilang. Salah satunya adalah lewat ‘bercerita’ atau dalam bahasa Dayak Ngaju disebut bakesah,” kata Direktur JPIC Kalimantan Sani Lake, di Palangka Raya, Minggu (1/9) malam.

Dikatakan, JPIC Kalimantan kedua kalinya mendapatkan kesempatan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk menggelar kegiatan berbasis budaya. Sebelumnya, kegiatan serupa pernah dilakukan dengan tema Lewu Dayak yang berarti kampung Dayak.

Pihaknya juga bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Lembaga Dayak Voices dan Komunitas Hitam Putih Borneo.

Ia menyebut, rangkaian acara itu merupakan bentuk upaya bersama, bukan hanya JPIC, tetapi semua masyarakat Dayak di Kalteng untuk bercerita tentang dirinya, tentang kampungnya, lewat pangan lokal.

“Upaya ini merupakan komitmen kami menjaga budaya pangan lokal yang kian tergerus,” tuturnya.

Kegiatan itu diharapkan ada transfer pengetahuan terkait budaya pangan lokal dari generasi ke generasi, pengetahuan lokal itulah yang ingin dijaga.

Pangan lokal, ujarnya, ujung tombak cita-cita diversifikasi pangan, yang akan menurunkan ketergantungan orang Indonesia pada beras dan pertanian monokultur.

“Saat beras sedang ditantang habis-habisan oleh krisis atau perubahan iklim, kita bisa mengganti fungsi karbohidratnya dengan berbagai jenis pangan lokal,” ungkapnya.

Melalui berbagai program, pihaknya ingin menunjukkan dengan pertanian ramah lingkungan, seperti family farm di pekarangan rumah dan memanfaatkan kebun-kebun di sekitar rumah, pangan lokal bisa bertahan bahkan menguntungkan.

Hal itu dipertegas dalam kegiatan kunjungan komunitas di daerah datang ke Anthony Farm, kebun contoh olahan JPIC Kalimantan di Kalampangan, Kota Palangka Raya dan kebun pekarangan Gupon Joan di Kecipir, Kota Palangka Raya.

Peladang asal Barito Timur (Bartim), Sinsei (60) mengungkapkan rasa optimisnya usai melihat kebun JPIC Kalimantan dengan nama Anthony Farm di Kalampangan.

“Ternyata banyak tanaman dari berbagai wilayah yang bisa tumbuh di sini dan punya banyak manfaat, ya minimal buat sayur. Makanya saya senang betul, apalagi dapat bibit pangan lokal gratis,” kata Sinsei.

Ketua Panitia Bakesah Lewu Itah Oktavianus Wahyu Tri Utomo mengatakan, rangkaian acara ini dibagi dalam tiga bagian. Pertama, dilaksanakan Maret 2024, kegiatan peningkatan kapasitas yang diikuti setidaknya 40 orang, digelar di Palangka Raya.

Acara kedua, kompetisi bercerita lewat berbagai media. Ada tiga kategori dalam kompetisi itu, kompetisi menulis, fotografi dan videografi. Kompetisi itu diikuti, setidaknya 111 peserta yang berasal dari 13 kabupaten dan satu kota di Kalimantan Tengah (Kalteng). Pihaknya memberikan kesempatan kepada warga Kalteng untuk menceritakan tentang pangan lokal, khususnya pangan lokal Dayak yang ada di rumah atau di kampungnya. “Dan ternyata mereka antusias, peserta banyak dengan beragam cerita, termasuk bentuk visual,” kata Okta. rmp