Melihat Peta Kekuatan Pilgub Kalteng Berdasarkan Hasil Pileg

Melihat Peta Kekuatan Pilgub Kalteng Berdasarkan Hasil Pileg

*Ricky: Hasil Pileg Tidak Berbanding Lurus dengan Hasil Pilkada

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID Empat bakal pasangan calon (Bapaslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) yang maju dan bertarung pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 27 November 2024 mendatang, bakal bersaing ketat merebut hati masyarakat untuk tampil sebagai pemenang dan memimpin Kalteng lima tahun mendatang.

Seluruh bapasalon diharuskan menerapkan berbagai taktik jitu serta pandai mendekati dan mengambil masyarakat. Jika dilihat dari hasil pemilihan umum legislatif (Pileg) 2024 lalu, pasangan H Nadalsyah (Koyem)-H Supian Hadi cukup diuntungkan, karena jika ditotalkan dari perlolehan suara partai pendukung dan partai pengusung pasangan itu, memperoleh 508.966 suara. Namun, hasil Pileg tidak selalu berbanding lurus dengan hasil Pilkada.

Karena pada pileg lalu, masing-masing partai politik memiliki basis massa di wilayah pemilihannya  masing-masing. Pada Pilgub ini, empat bapaslon dipastikan akan maju dan bertarung untuk merebut hati masyarakat Bumi Tambun Bungai, berdasarkan pendaftaran yang telah dilaksanakan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalteng.

Pasangan H Abdul Razak-Sri Suwanto pada Pilgub ini diusung dan didukung lima partai politik (Parpol), dimana total perolehan suaranya 270.907 suara. Pada Pileg lalu, Golkar memperoleh suara 212.643 (15,4 persen), Perindo 40.943 suara (3 persen), Gelora 8.356 suara (0,6 persen), Partai Buruh 5.555 suara (0,4 persen) dan Partai Ummat 3.410 suara (0,2 persen).

Kemudian pasangan H Agustiar Sabran-Edy Pratowo diusung dan didukung Partai Gerindra dengan 184.818 suara (13,4 persen), PAN 99.495 suara (7,2 persen), PKS 48.910 suara (3,6 persen), PSI 23.714 suara (1,7 persen) dan PKN 2.720 suara (0,2 persen) dengan total gabungan 359.657 suara.

Selanjutnya, pasangan Willy M Yoseph-Habib Ismail bin Yahya didukung dan diusung Partai NasDem dengan 119.699 suara (8,7 persen), PKB 114.810 suara (8,3 persen) dan PBB 3.184 suara (0,2 persen), yang jika ditotalkan menjadi 237.693 suara.

Sementara pasangan H Nadalsyah (Koyem) dan Supian Hadi (SHD) diusung dan didukung PDIP dengan 320.645 suara (23,3 persen), Demokrat 130.362 suara (9,5 persen), PPP 27.413 suara (2 persen), Hanura 26.223 suara (1,9 persen) dan Partai Garuda 4.323 suara (0,3 persen) dengan total gabungan 508.966 suara.

Pengamat Politik Kalteng sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Univeristas Palangka Raya (UPR) Ricky Zulfauzan mengatakan, jika melihat kekuatan Pilgub berdasarkan hasil perolehan suara partai pengusung dan pendukung pada Pileg lalu, sudah hampir dipastikan pasangan Koyem-SHD tampil sebagai pemenang.

Namun, kata dia, kenyataannya tidaklah demikian, karena perolehan suara parpol di Pileg tidak selalu sama dengan perolehan suara pasangan calon di Pilkada.

“Kalau pemilih parpol berbanding lurus dengan calon kepala daerah, maka sudah bisa dipastikan siapa pemenangnya, tetapi kenyataannya tidak seperti itu,” kata Ricky kepada Tabengan, Selasa (17/9).

Menurutnya, ada beberapa faktor atau alasan, mengapa partai pemenang Pileg tidak secara otomatis bisa memenangkan pasangan calon yang diusungnya. Karena para kandidat atau pasangan calon tidak punya ikatan kuat dengan parpol pengusung atau kader yang diusung bukan kader asli. “Sehingga karena hal itulah, mesin partai di daerah tidak bergerak maksimal oleh partai itu sendiri,” imbuhnya.

Selain mesin partai tidak  bergerak maksimal, pasangan calon atau kandidat cenderung membuat organisasi relawan sendiri.

Kebijakan itu secara tidak langsung terkesan tidak mempercayai parpol pengusung. “Sebenarnya alangkah baiknya, organisasi-organisasi baik relawan, underbouw dan lainnya, baiknya diisi orang-orang parpol dan parpol lah yang menyeleksi mereka. Sehingga parpol terbantu dari organisasi relawan ini,” jelasnya.

Yang menjadi masalah, lanjutnya, kandidat kepala daerah yang ada ini tidak terlalu mempercayakan 100 persen kepada parpol pengusung atau pendukung. “Sehingga alangkah baiknya, baik itu relawan dan saksi-saksi itu di bawah akomodir partai dan kenyataannya tidak begitu dan itu perlu untuk diperhatikan,” pesannya.

Faktor lain, kata Ricky, masyarakat terkadang atau pemilih partai politik itu tidak berbanding lurus dengan pilihan di Pilkada. “Misalnya masyarakt memilih partai A, tidak otomatis nanti yang diusung partai A akan dipilihnya. Karena masyarakat ini cenderung pragmatis dan tidak memilih berdasarkan partai tapi juga melihat sosok dari bacalon,” jelasnya.

Ia berkaca pada Pemilu 2024, Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto terpilih sebagai Presiden. Tetapi partai politik miliknya tidak menjadi pemenang dan hanya menduduki peringkat ketiga.

“Alasan-alasan itu menurut saya harus dilihat, pemenang suara terbanyak di Pileg. Tidak bisa dipastikan juga suaranya sama di Pilgub Kalteng karena ada alasan dan berbagai faktor tadi,” pungkasnya. rmp