PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Sejumlah bakal calon bupati maupun wakil bupati yang mengikuti pemilihan kepala daerah 2024, ternyata pernah menjadi terpidana.
Sebagian masyarakat Kalimantan Tengah merasa terkejut karena sejumlah calon bupati atau wakil bupati yang akan mengikuti pemilihan kepala daerah tahun 2024 ternyata pernah terlibat masalah hukum. Bahkan ada pula yang pernah menjadi terpidana berdasar putusan pengadilan.
Suriansyah Halim selaku Ketua Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) Kalimantan Tengah itu mengatakan masyarakat berhak mengetahui latar belakang calon pemimpin mereka.
“Kalau menurut pendapat saya sebagai praktisi hukum/Advokat di Kalteng terhadap para calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana di negara kita Indonesia yang merupakan negara hukum, boleh dan sah saja, tapi ketentuan dan syarat-syarat di atas wajib dilakukan,” kata Halim,
Dia menyebut nanti bisa muncul tanggapan masyarakat terhadap para calon kepala daerah mantan narapidana.
“Tentu berbagai macam dari yang pro, cuek, dan kontra terhadap calon kepala daerah tersebut,” maklumnya.
Terhadap sejumlah calon kepala daerah yang ternyata merupakan mantan narapidana, memang beberapa kali mengalami perubahan peraturan di Indonesia. Yang sekarang dipakai sebagai dasar hukumnya yang mengatur tentang mantan narapidana boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 56/PUU-XVII/2019, mantan narapidana diperbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah dengan beberapa syarat.
Pertama, masa tunggu yakni mantan narapidana harus menunggu lima tahun setelah menyelesaikan hukumannya sebelum dapat mencalonkan diri. Kedua, keterbukaan dan kejujuran, calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana wajib secara terbuka dan jujur menyampaikan kepada publik tentang riwayat pidananya. Ketiga, pengecualian, ketentuan ini tidak berlaku bagi mantan narapidana kasus kejahatan politik, pelanggaran HAM berat, dan kejahatan pada masa penjajahan.
Putusan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi mantan narapidana untuk kembali berkontribusi dalam masyarakat dan proses demokrasi, sambil tetap menjaga transparansi dan akuntabilitas.
Tapi tidak titik disitu, karena semua syarat tersebut harus terpenuhi bagi seorang calon kepala daerah mantan narapidana dan yang tidak memenuhi syarat masa tunggu, keterbukaan, dan kejujuran, atau termasuk dalam pengecualian yang ditetapkan, maka pencalonannya dapat dianggap tidak sah. Berikut adalah beberapa dampak hukum yang mungkin terjadi yakni Diskualifikasi, calon tersebut dapat didiskualifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena tidak memenuhi persyaratan yang diatur oleh undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi,
Pembatalan pencalonan, jika ketidakpatuhan terhadap syarat-syarat tersebut ditemukan setelah calon terdaftar, pencalonannya dapat dibatalkan. Sanksi hukum, calon yang tidak jujur dalam menyampaikan riwayat pidananya dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk kemungkinan pidana tambahan atau denda. Yang terakhir adalah gugatan hukum, dimana pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pencalonan yang tidak sah dapat mengajukan gugatan hukum untuk membatalkan pencalonan tersebut.
Halim menambahkan, agar masyarakat tidak salah pilih dan para calon kepala daerah mantan narapidana tidak sia-sia dapat pencalonan, maka lakukan persyaratan secara lengkap. Halim mengatakan calon pemimpin tersebut jangan pernah mengalaki, dan atau mengurangi syarat-syarat ketentuan tersebut.
“Daripada para calon kepala daerah mantan narapidana kemudian didiskualifikasi, pembatalan pencalonan, diberikan sanksi, dan/atau gugatan hukum,” pungkasnya. dre