MUARA TEWEH/TABENGAN.CO.ID– Lima perwakilan perempuan dari Desa Tongka resmi mendaftarkan empat Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang terletak di kawasan Hutan Desa Gunung Oke ke Dinas Kebudayaan Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Barito Utara (Barut), baru-baru ini.
Kedatangan mereka disambut baik oleh pihak dinas, yang juga memberikan pendampingan selama persiapan dokumen pendaftaran. Objek yang didaftarkan yaitu Tanir, Nyeloi, Batu Gadur dan Pager Buah, merupakan bagian dari kekayaan budaya dan alam yang penting bagi masyarakat setempat.
Tanir adalah sebuah gua yang diyakini sebagai makam Kerering, pendiri Desa Tongka, sementara Nyeloi merupakan gua beracun yang memiliki nilai mistis. Batu Gadur, yang menyerupai bak air, dianggap ajaib karena air di dalamnya tak pernah kering, bahkan saat musim kemarau. Pager Buah adalah formasi batu di tengah Sungai Montalat, dikenal dalam bahasa Dayak Tewoyan sebagai Benteng Buaya.
“Kami mendaftarkan keempat objek ini karena mereka punya nilai sakral dan budaya bagi kami. Semua ini harus dilindungi. Kami ingin melindungi hutan dan segala yang ada di dalamnya demi masa depan,” ujar Heti Piranata, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Gunung Oke.
Heti menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah dalam menjaga hutan dan warisan budaya yang ada di Desa Tongka.
“Harapan kami, pemerintah juga ikut melindungi. Dengan mendaftarkan obyek ini, kami berharap agar pemerintah memberikan pengakuan dan perlindungan,” tambah Heti.
Sementara itu, Hadrianto, Pamong Budaya Ahli Muda dari Disbudparpora Barut mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh LPHD Gunung Oke.
“Kami sangat mendukung langkah yang diambil oleh Ibu Heti dan masyarakat Desa Tongka. Melalui pendaftaran ini, mereka telah menunjukkan semangat dalam melestarikan warisan budaya,” ujar Hadrianto.
Hadrianto menambahkan, objek-objek yang diduga sebagai cagar budaya harus tetap dilindungi meskipun belum ditetapkan secara resmi.
“Objek yang Diduga Cagar Budaya, meski masih dalam tahap dugaan, tetap harus kita jaga. Ini merupakan langkah awal untuk melindungi dan memelihara kekayaan budaya agar tetap lestari,” jelasnya.
Pendaftaran ini akan menjadi data bagi pemerintah daerah untuk pengkajian lebih lanjut oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) sebelum penetapan sesuai UU RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
M Habibi, Direktur Save Our Borneo, menyambut positif langkah ini dan menyatakan bahwa penetapan Desa Tongka sebagai Hutan Desa sejak 2022 memberikan kepastian hukum dalam pengelolaan kawasan.
“Persetujuan ini bukan hanya memberikan aspek legal bagi masyarakat, tetapi juga merupakan dukungan bagi upaya mereka dalam melindungi hutan dan budaya,” kata Habibi.
Dia mengatakan, langkah yang diambil Desa Tongka ini menjadi awal yang baik dalam upaya menjaga kelestarian hutan. Semoga ke depannya, semakin banyak pihak yang terlibat dan memberikan dukungan, baik masyarakat maupun pemerintah. ldw