MUARA TEWEH/TABENGAN.CO.ID – Sejak gong Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Barito Utara (Barut) 2024 secara resmi ditabuhkan, tensi politik di kalangan elite dan rakyat mulai hangat dan terbelah ke dalam dua kelompok. Ada kelompok pro perubahan dan kelompok pro lanjutkan.
“Kelompok pro perubahan ini adalah elite politik dan masyarakat yang terafiliasi dengan pasangan Haji Gogo Purman Jaya dan Hendro Nakalelo. Sedangkan pro lanjutkan adalah mereka yang berada di kubu pasangan Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Sastra Jaya,” ujar pengamat sosial politik muda Erik Bhai, saat dijumpai Tabengan di salah satu kafe di Muara Teweh, Rabu (30/10).
Erik menilai, keberadaan dua kelompok ini wajar dalam proses demokrasi lokal yang hanya ada dua pasangan calon. “Untuk Pilkada Barut ini memang cukup sengit persaingannya karena hanya ada dua pasang calon. Head to head, ini seru,” terang pria yang saat ini sedang menempuh pendidikan Magister Ilmu Politik di salah satu kampus di Surabaya itu.
Saat ditanyakan terkait persaingan antara dua pasangan calon, pria lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Ledalero (STFK) itu menilai sejak masa kampanye dimulai, persaingan dua pasangan calon lebih kepada persaingan gagasan di darat dan udara untuk merebut hati rakyat. Hal ini terlihat dari beberapa momentum ketika para paslon menyampaikan gagasan atau visi dan misi di tempat umum di hadapan pendukungnya.
“Misalnya di kubu pro perubahan ada gagasan wajib belajar gratis selama 16 tahun. Sedangkan di kubu pro lanjutkan ada program yang sama namun tidak sampai 16 tahun. Masing-masing dengan pertimbangan atau kalkulasi tertentu,” terangnya.
“Masih banyak perang gagasan yang muncul dari para paslon untuk meyakinkan pemilih. Semuanya tentu kembali kepada masyarakat yang menilai dan menentukan pilihannya,” tambahnya.
Selain persaingan darat yang beberapa kali menyita perhatian publik, Erik menerangkan bahwa sejak awal dua pasangan Pilkada Barito Utara resmi ditetapkan, persaingan di udara dalam hal ini di media sosial lebih ramai dari perang darat.
“Kalau kita melihat pergerakan di media sosial khususnya Facebook dan Instagram, perang gagasan antara kelompok pendukung Agi-Saja dan Gogo-Helo cukup sengit. Saling menjagokan pasangan masing-masing dan saling sindir sangat jelas terlihat,” tuturnya.
“Bahkan fenomena yang cukup menarik ialah muncul akun-akun baru yang anonim dengan postingan-postingan yang berusaha mempengaruhi pandangan pemilih terhadap paslonnya masing-masing. Namun positifnya ialah belum ada serangan-serangan udara yang mengarah pada saling fitnah dan saling menjelekan secara serius sesama paslon,” tukasnya.
Meskipun ada keterbelahan pilihan politik, Erik mengapresiasi hingga saat ini politik isu SARA tidak terdengar atau sama sekali tidak terjadi. Hal ini diyakininya kedua paslon sama-sama menjunjung tinggi nilai pluralisme. Selain itu, dua paslon yang bertarung sama-sama memiliki wakil dari kalangan minoritas. Ini sebuah prestasi.
“Satu hal yang harus kita apreasiasi bahwa dua paslon ini dan para pendukungnya sama sekali tidak memunculkan isu SARA sejak awal kampanye hingga hari ini. Ini sebuah langkah politik yang cerdas dan harus diapresiasi,” lanjutnya.
Terlepas dari perang darat dan udara antara para pendukung, satu hal yang perlu digarisbawahi pada Pilkada Barut, saat ini kedua paslon ini memiliki basis pendukung masong-masing. Sampai 27 November nanti siapa yang berhasil mempertahankan ceruk suaranya dan mengambil ceruk pemilih lawan secara signifikan, itulah pemenangnya. Atau sebaliknya.
“Dua paslon ini punya basis massanya masing-masing. Dan kalau mau dilihat kekuatannya pun tidak jauh beda. Jika berhasil mengambil ceruk pemilih lawan dan mempertahankan ceruk pemilih sendiri secara maksimal maka itulah pemenangnya,” terang pria yang sedang melakukan penelitian terkait perilaku pemilih ini untuk magister politik. c-old